modul bab v pkn kelas x smk

BAB V

MENGHARGAI PERSAMAAN KEDUDUKAN WARGA NEGARA DALAM BERBAGAI ASPEK KEHIDUPAN

 

A. Kedudukan Warga Negara dan Pewarganegaraan Indonesia

1. Pengertian warga negara

Rakyat atau penduduk merupakan salah satu syarat untuk berdirinya suatu negara. Rakyat atau penduduk adalah semua orang yang bertempat tinggal atau mendiami wilayah suatu negara yang tunduk terhadap peraturan dari kekuasan negara tersebut.

Pada mulanya, seseorang dapat dikatakan sebagai penduduk atau rakyat suatu negara jika seseorang tersebut masih memiliki hubungan pertalian darah dari satu keturunan yang berasal dari satu nenek moyang. Namun dalam perkembangannya, banyak pula terdapat orang-orang yang berasal dari nenek moyang yang berbeda. Menurut Prof. Mr. Dr. Soepomo, penduduk adalah orang yang dengan sah bertempat tinggal tetap dalam suatu negara. Sah disini memiliki arti tidak bertentangan dengan segala ketentuan tentang masuk dan mendirikan tempat tinggal secara tetap di dalam wilayah negara tersebut. Dilihat dari pengertian ini, maka seseorang dapat dikatakan penduduk atau bukan penduduk didasarkan pada hubungannya dengan suatu wilayah tertentu.

a. Disebut sebagai penduduk bila bertempat tinggal atau mendiami suatu wilayah negara dalam jangka waktu yang cukup lama. Penduduk yang mempunyai status kewarganegaraan dari wilayah negara yang bersangkutan dinamakan warga negara, sedangkan yang menetap disebabkan oleh suatu pekerjaan dinamakan warga negara asing.

b. Disebut sebagai bukan (non) penduduk bila bertempat tinggal atau mendiami suatu wilayah negara untuk sementara waktu (dalam jangka yang pendek), misalnya, para wisatawan.

Adapun dilihat dari hubungannya dengan kekuasaan pemerintah negara tersebut, seseorang dapat dikatakan sebagai warga negara dan bukan (non) warga negara karena alasan-alasan berikut.

a. Disebut warga negara bila seseorang berdasarkan hukum adalah merupakan anggota dari wilayah negara yang bersangkutan dengan memiliki status kewarganegaraan asli maupun keturunan asing.

b. Disebut bukan (non) warga negara bila seseorang berdasarkan hukum merupakan anggota dari wilayah negara yang bersangkutan, tetapi tunduk pada kekuasaan pemerintah negara lain, contohnya, duta besar. Untuk lebih jelasnya, pembagian dari uraian di atas dapat digambarkan dalam skema berikut.

 
   

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

                                                                                    

 

 

 

 

 

 

 

 

Kata warga negara sendiri adalah terjemahan kata dari bahasa Inggris, citizen, yang memiliki arti warga negara atau dapat diartikan sebagai warga negara, sesama penduduk, dan orang setanah air. Pengertian warga negara menurut beberapa ahli adalah sebagai berikut.

a. A.S. Hikam: warga negara adalah anggota dari sebuah komunitas yang membentuk negara itu sendiri (dalam Kaelan: 2002).

b. Koerniatmanto: warga negara adalah anggota negara (dalam Kansil: 2002).

c. Austin Ranney: warga negara adalah orang-orang yang memiliki kedudukan resmi sebagai anggota penuh suatu negara (dalam Kansil: 2002).

Dari pengertian para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa warga negara adalah orang-orang yang memiliki kedudukan resmi sebagai anggota suatu negara. Dengan demikian memiliki hubungan hukum, yaitu dalam bentuk hak dan kewajiban, yang memiliki sifat timbal balik dengan negara tersebut.

 

 

2. Asas kewarganegaraan

Setiap negara yang berdaulat memiliki wewenang untuk menentukan kewarganegaraan seseorang. Maka, dikenal adanya asas-asas kewarganegaraan sebagai berikut.

a. Asas kewarganegaraan berdasarkan kelahiran

Penentuan kewarganegaraan berdasarkan kelahiran meliputi dua asas.

1)   Asas lus sanguinis (asas hubungan darah/keturunan) Asas ini menetapkan kewarganegaraan seseorang ditentukan menurut kewarganegaraan orang tuanya. Contohnya, negara RRC yang menganut asas ius sanguinis, artinya jika ada warga negara RRC yang melahirkan anak di negeri A, maka secara otomatis anak tersebut menjadi warga negara RRC.

2)   Asas ius soli (asas tempat/daerah kelahiran) Asas ini menetapkan kewarganegaraan seseorang ditentukan menurut tempat/daerah di mana orang tersebut dilahirkan. Contohnya, negara Inggris yang menganut asas lus soli. Apabila ada warga negara B melahirkan anak di negara Inggris, maka secara otomatis anak tersebut menjadi warga negara Inggris.

b. Asas kewarganegaraan berdasarkan perkawinan

1)   Asas persamaan hukum Asas ini memiliki pandangan bahwa suami istri merupakan keluarga yang memiliki ikatan kesatuan yang tidak boleh terpecah sebagai inti dari masyarakat. Oleh karena itu, diusahakan status kewarganegaraan suami istri adalah sama.

2)   Asas persamaan derajat Asas ini memiliki pandangan bahwa perkawinan tidak menyebabkan salah satu pihak tunduk secara hukum terhadap yang lain. Keduanya memiliki hak yang sama untuk menentukan status kewarganegaraan sendiri. Dengan demikian, mereka tetap memiliki kewarganegaraan masing-masing sebagaimana sebelum terjadi perkawinan.

Adanya ketentuan status kewarganegaraan yang berlainan pada setiap negara

dapat menimbulkan problem kewarganegaraan bagi seseorang. Ada dua problem

yang berkaitan dengan kewarganegaraan.

a. Apatride, artinya seseorang yang tidak memiliki kewarganegaraan. Contohnya, seorang anak lahir di negara RRC yang menganut asas ius sanguinis, sementara orang tuanya berkewarganegaraan Amerika Serikat yang menganut asas lus soli. Anak tersebut tidak memperoleh kewarganegaraan dari negara RRC karena bukan keturunan dari orang RRC dan juga tidak berkewarganegaraan AS karena tidak lahir di wilayah AS.

b. Bipatride, artinya seseorang yang memiliki dua kewarganegaraan (kewarganegaraan ganda). Contohnya, seorang anak lahir di Amerika Serikat yang menganut asas ius soli, sementara orang tuanya berkewarganegaraan RRC yang menganut asas ius sanguinis. Anak tersebut memperoleh dua kewarganegaraan sekaligus, yaitu dia menjadi warga negara AS karena lahir di wilayah AS dan menjadi warga negara RRC karena orang tuanya adalah warga negara RRC.

Berkaitan dengan adanya apatride dan bipatride, maka di dalam suatu negara terdapat sistem yang lazim dipergunakan, yaitu

a. Stelsel aktif, yaitu agar seseorang dapat menjadi warga negara diperlukan tindakan-tindakan hukum tertentu secara aktif. Dalam hal ini, seseorang dapat menggunakan hak opsi atau hak untuk memilih menjadi warga negara.

b. Stelsel pasif, yaitu seseorang secara otomatis menjadi warga negara tanpa harus melakukan tindakan hukum tertentu. Dalam hal ini, seseorang dapat menggunakan hak repudiasi atau hak untuk menolak menjadi warga negara.

3. Warga negara Indonesia

a. Pengertian warga negara Indonesia

Siapa saja yang dimaksud dengan warga negara Indonesia adalah seperti yang tercantum dalam UUD 1945 Pasal 26. Pasal tersebut memuat ketentuan sebagai berikut.

1) Warga negara Indonesia ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara.

2) Penduduk ialah warga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat di Indonesia.

3) Hal-hal mengenai warga negara dan penduduk diatur dengan undangundang.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa warga negara Indonesia adalah orang Indonesia asli, yaitu orang-orang yang di zaman pemerintahan Belanda termasuk dalam golongan bumiputra. Adapun bangsa-bangsa lain menjadi warga negara Indonesia setelah disahkan dengan undang-undang. Maksud dari bangsa lain ini adalah orang peranakan Belanda, peranakan Tionghoa, dan peranakan Arab yang bertempat kedudukan di Indonesia serta mengakui Indonesia sebagai tanah airnya dan bersikap setia kepada Negara Republik Indonesia.

Selain Pasal 26 UUD 1945, pengertian warga negara Indonesia juga dimuat dalam Undang Undang Kewarganegaraan No. 12 tahun 2006 yang menetapkan bahwa warga negara Indonesia adalah

1)   setiap orang yang berdasarkan peraturan perundang-undangan dan atau berdasarkan perjanjian pemerintah Republik Indonesia dengan negara lain sebelum undang-undang ini berlaku sudah menjadi warga negara Indonesia,

2)   anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah dan ibu warga negara Indonesia, dan

3)   anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah warga negara Indonesia dan Ibu warga negara asing.

b. Peraturan-peraturan kewarganegaraan

Peraturan-peraturan kewarganegaraan yang pernah berlaku di Indonesia sebagai berikut.

1) Indishe Staatregeling (IS) 1927

Peraturan ini berlaku pada zaman Belanda. Isinya mengatur pembagian golongan-golongan penduduk Indonesia, yaitu

a)   kawula negara Belanda orang Belanda (Onderdanen Nederlanders);

b)   kawula negara Belanda bukan orang Belanda, tetapi termasuk bumiputra (Inheemsche Onderdanen niet Nedelanders);

c)   kawula negara Belanda bukan orang Belanda, tetapi juga bukan bumiputra (Uitheemse orderdanen niet Nederlanders), misalnya, orang-orang Timur Asing.

2) Undang-Undang RI No. 3 tahun 1946

Menurut undang-undang ini, yang disebut penduduk negara ialah mereka yang bertempat tinggal di Indonesia selama satu tahun berturut-turut. Adapun yang menjadi warga negara Indonesia menurut undang-undang ini ialah

a)   penduduk asli dalam daerah Republik Indonesia, termasuk anak-anak dari penduduk asli tersebut;

b)   istri seorang warga negara Indonesia;

c)   keturunan dari seorang warga negara yang kawin dengan wanita warga negara asing;

d)   anak-anak yang lahir dalam daerah RI yang oleh orang tuanya tidak diakui dengan cara yang sah;

e)   anak-anak yang lahir dalam daerah Indonesia dan tidak diketahui siapa orangtuanya;

f)    anak-anak yang lahir dalam waktu 300 hari setelah ayahnya, yang mempunyai kewarganegaraan Indonesia, meninggal;

g)   orang bukan penduduk asli yang paling akhir telah bertempat tinggal di Indonesia selama 5 tahun berturut-turut dan telah berumur 21 tahun atau telah kawin (dalam hal ini, bila berkeberatan untuk menjadi warga negara Indonesia, ia boleh menolak dengan keterangan bahwa ia adalah warga negara dari negara lain);

h)   masuk menjadi warga negara Indonesia dengan jalan pewarganegaraan (naturalisasi)

3) Persetujuan kewarganegaraan dalam Konferensi Meja Bundar (KMB) 1949

Menurut persetujuan mengenai pembagian warga negara antara Indonesia dan Belanda dalam Konferensi Meja Bundar, yang disebut warga negara Indonesia adalah sebagai berikut.

a)      Penduduk asli Indonesia adalah mereka yang dahulu termasuk golongan bumiputra yang berkedudukan di wilayah RI. Apabila mereka lahir di luar Indonesia dan bertempat tinggal di negeri Belanda atau di luar daerah peserta Uni (Indonesia-Belanda), maka mereka berhak memilih kewarganegaraan Belanda dalam waktu dua tahun setelah tanggal 27 Desember 1949.

b)      Orang Indonesia, kawula negara Belanda, yang bertempat tinggal di Suriname atau Antillen (koloni Belanda). Akan tetapi, jika lahir di luar Kerajaan Belanda, maka mereka berhak memilih kewarganegaraan Belanda dalam waktu dua tahun setelah tanggal 27 Desember 1949. Jika mereka lahir di wilayah Kerajaan Belanda, mereka memperoleh kewarganegaraan Belanda. Akan tetapi, mereka berhak memilih kewarganegaraan RI dalam waktu dua tahun setelah tanggal 27 Desember 1949.

c)      Orang Cina dan Arab yang lahir di Indonesia atau sedikit-dikitnya bertempat tinggal enam bulan di wilayah RI apabila dalam waktu dua tahun sesudah tanggal 27 Desember 1949 tidak menolak kewarganegaraan Indonesia (hak repudiasi = hak menolak kewarganegaraan).

d)      Orang Belanda yang dilahirkan di wilayah RI atau sedikit-dikitnya bertempat tinggal enam bulan di wilayah RI dan dalam waktu dua tahun sesudah tanggal 27 Desember 1949 menyatakan memilih warga negara Indonesia (hak opsi = hak untuk memilih sesuatu kewarganegaraan).

e)      Orang asing (kawula negara Belanda bukan orang Belanda) yang lahir di Indonesia dan bertempat tinggal di RI apabila dalam waktu dua tahun sesudah tanggal 27 Desember 1949 tidak menolak kewarganegaraan Indonesia.

4) Undang-Undang RI No. 62 tahun 1958

Menurut Pasal 1 undang-undang tersebut, warga negara Indonesia adalah mereka yang memenuhi ketentuan-ketentuan berikut.

a)      Mereka yang telah menjadi warga negara berdasarkan undang-undang/ peraturan/perjanjian yang terlebih dahulu berlaku (berlaku surut) atau perjanjian dan atau peraturan-peraturan yang berlaku sejak Proklamasi 17 Agustus 1945 sudah menjadi warga negara RI. Dengan demikian, setiap orang yang sudah menjadi warga negara Indonesia menurut UU No. 3 tahun 1946, persetujuan KMB, ataupun menurut peraturanperaturan lain tetap diakui sebagai warga negara Indonesia.

b)      Mereka yang memenuhi syarat-syarat tertentu yang ditetapkan dalam undang-undang itu. Adapun syarat-syarat tersebut adalah

(1) pada waktu lahirnya mempunyai hubungan kekeluargaan dengan seorang warga negara Indonesia (misalnya, ayahnya adalah WNI); (2) lahir dalam waktu 300 hari setelah ayahnya meninggal dunia dan ayahnya itu pada waktu meninggal dunia adalah warga negara RI; (3) lahir dalam wilayah RI selama orang tuanya tidak diketahui; (4) memperoleh kewarganegaraan RI menurut UU No. 62 tahun 1958, misalnya, (a) anak asing yang belum berumur 5 tahun yang diangkat oleh seorang warga negara RI apabila pengangkatan itu disahkan oleh pengadilan negeri, (b) anak di luar perkawinan dari seorang ibu WNI, dan (c) menjadi warga negara karena pewarganegaraan.

5) Undang-Undang No. 12 tahun 2006

Menurut undang-undang ini, warga negara Indonesia adalah:

a)      setiap orang yang berdasarkan peraturan perundang-undangan dan atau berdasarkan perjanjian pemerintah Republik Indonesia dengan negara lain sebelum undang-undang ini berlaku sudah menjadi warga negara Indonesia;

b)      anak yang lahir dari perkawinan yang sah dan seorang ayah dan ibu warga negara Indonesia;

c)      anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah warga negara Indonesia dan ibu warga negara Indonesia dan ibu warga negara asing;

d)      anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah warga negara asing dan ibu warga negara Indonesia;

e)      anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang warga negara Indonesia, tetapi ayahnya tidak mempunyai kewarganegaraan atau hukum negara asal ayahnya tidak memberikan kewaganegaraan kepada anak tersebut;

f)       anak yang lahir dalam tenggang waktu 300 (tiga ratus) hari setelah ayahnya meninggal dunia dari perkawinan yang sah dan ayahnya warga negara Indonesia;

g)      anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu warga negara Indonesia;

h)      anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu warga negara asing yang diakui oleh seorang ayah warga negara Indonesia sebagai anaknya dan pengakuan itu dilakukan sebelum anak tersebut berusia 18 (delapan belas) tahun atau belum kawin;

i)        anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia yang pada waktu lahir tidak jelas status kewarganegaraan ayah dan ibunya;

j)        anak yang baru lahir yang ditemukan di wilayah negara Republik Indonesia selama ayah dan ibunya tidak ketahui;

k)      anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia apabila ayah dan ibunya tidak mempunyai kewarganegaraan atau tidak diketahui keberadaannya;

l)        anak yang dilahirkan di luar wilayah negara Republik Indonesia dari seorang ayah dan ibu warga negara Indonesia yang karena ketentuan dari negara tempat anak tersebut dilahirkan memberikan kewarganegaraan kepada anak yang bersangkutan;

m)    anak dari seorang ayah atau ibu yang telah dikabulkan permohonan kewarganegaraannya, kemudian ayah dan ibunya meninggal dunia sebelum mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia.

c. Kewarganegaraan Indonesia

Seorang Warga Negara Indonesia (WNI) adalah orang yang diakui oleh undang-undang sebagai warga negara Republik Indonesia. Kepada orang ini akan diberikan Kartu Tanda Penduduk, berdasarkan kabupaten atau (khusus DKI Jakarta) provinsi tempat ia terdaftar sebagai penduduk/warga. Kepada orang ini juga akan diberikan nomor identitas yang unik (Nomor Induk Kependudukan, NIK) apabila ia telah berusia 17 tahun dan mencatatkan diri di kantor pemerintahan. Paspor diberikan oleh negara kepada warga negara Indonesia sebagai bukti identitas yang bersangkutan dalam tata hukum internasional.

Saat ini, kewarganegaraan Republik Indonesia diatur dalam UU No. 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia. Dengan demikian, segala peraturan perundang-undangan mengenai kewarganegaraan Indonesia sebelumnya sudah tidak berlaku lagi. Untuk mendukung UU No. 12 tahun 2006 terdapat sejumlah peraturan pendukung, antara lain,

1)      Undang-Undang No. 9 tahun 1992 mengenai Keimigrasian;

2)      Peraturan Pemerintah No. 32 tahun 1994 mengenai Visa, Izin masuk, dan Izin Keimigrasian;

3)      Peraturan Pemerintah No. 18 tahun 2005 mengenai Perubahan atas Peraturan Pemerintah No. 32 tahun 1994;

4)      Instruksi Presiden No. 26 tahun 1998 mengenai Penghentian Pengunaan Istilah Pribumi dan Nonpribumi dalam Semua Perumusan dan Penyelenggaraan Kebijaksanaan, Kegiatan Penyelenggaraan Pemerintah, Perencanaan Program, ataupun Pelaksanaan;

5)      Keputusan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia No. M. 02.12.03.10 tahun 2004 mengenai Perubahan Ketiga Keputusan Menteri Kehakiman RI Nomor M.01-IZ.03.10 tahun 1995 tentang Paspor Biasa, Paspor untuk Orang Asing, dan Surat Perjalanan Laksana Paspor untuk Warga Negara Indonesia dan Surat Perjalanan Laksana Paspor untuk orang asing, sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Kehakiman RI Nomor M.01 IZ.03.10.1997.

Sebelumnya, Indonesia lama sekali berpegang pada UU Kewarganegaraan No. 62 tahun 1958. Akan tetapi, undang-undang ini ternyata banyak menimbulkan masalah dan ketidakpuasan sehingga dikeluarkanlah penggantinya, yaitu UU Kewarganegaraan No. 12 tahun 2006, yang intinya menyempurnakan undang-undang yang terdahulu. Agar dapat mengetahui di mana letak ketidaksempurnaan undang-undang terdahulu dan mempelajari penyempurnaannya dalam undang-undang yang baru, berikut perbandingan isi dari kedua undang-undang kewarganegaraan tersebut.

1) Cara memperoleh kewarganegaraan Republik Indonesia

a) Cara memperoleh kewarganegaraan RI menurut UU No. 62 tahun 1958

(1) Melalui kelahiran. Seseorang dapat menjadi warga negara Indonesia berdasarkan keturunan maupun kelahiran di dalam wilayah Republik Indonesia. Dasar ini dipergunakan untuk mencegah timbulnya apatride. Dalam undangundang ini, anggapan bahwa selalu ada hubungan hukum kekeluargaan itu hanya ada bila anak tersebut lahir di dalam suatu perkawinan yang sah atau diakui sah oleh ayahnya. Tetapi, bila terdapat hubungan hukum kekeluargaan antara anak dan ayah, maka kewarganegaraan

ayahnya yang menentukan kewarganegaraan bagi anak.

(a)    Karena keturunan, yaitu apabila anak yang lahir dalam 30 hari setelah ayahnya meninggal dunia dan ayahnya pada waktu meninggal dunia berkewarganegaraan Indonesia, maka anak itu adalah warga negara Indonesia.

(b)   Karena lahir di dalam wilayah Republik Indonesia, yaitu apabila seorang anak lahir di dalam wilayah Republik Indonesia selama kedua orang tuanya tidak diketahui, maka anak itu adalah warga negara Indonesia.

(2) Melalui pengangkatan Anak dari orang asing yang diangkat dan benar-benar diperlakukan sebagai anaknya sendiri dapat menjadi warga negara Indonesia. Pemberian kewarganegaraan Indonesia terhadap anak tersebut dibatasi pada anak yang masing muda, yaitu yang berumur 5 tahun dan dinyatakan sah oleh pengadilan negeri dari tempat tinggal orang tua yang mengangkat anak itu.

(3) Melalui permohonan Anak yang lahir di luar perkawinan dari seorang ibu warga negara Indonesia maupun anak yang lahir dalam perkawinan sah, tetapi dalam perceraian hak asuhnya oleh hakim diserahkan kepada ibunya yang berkewarganegaraan Indonesia, dan anak yang kewarganegaraannya turut ayahnya seorang warga negara asing, boleh mengajukan permohonan kepada Menteri Kehakiman untuk memperoleh kewarganegaraan Republik Indonesia apabila setelah memperoleh kewarganegaraan Republik Indonesia orang tersebut tidak memiliki kewarganegaraan lain atau pada saat mengajukan permohonan orang tersebut menyampaikan pula surat pernyataan untuk menanggalkan kewarganegaraan lain yang mungkin dimilikinya sesuai dengan ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku di negara asalnya atau sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam perjanjian penyelesaian dwi kewarganegaraan antara Indonesia dengan negara yang bersangkutan.

(4) Melalui pewarganegaraan (naturalisasi)Negara Republik Indonesia memberi kesempatan kepada orang asing yang sungguh-sungguh ingin menjadi warga negara Indonesia. Caranya ialah dengan pewarganegaraan atau naturalisasi. Agar pewarganegaraan tersebut tidak bertentangan dengan tujuan dari pemberiannya, maka diadakan syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh pemohon pewarganegaraan adalah

(a) sudah berumur 21 tahun;

(b) lahir dalam wilayah RI atau bertempat tinggal yang paling akhir sedikit-dikitnya 5 tahun berturut-turut atau selama 10 tahun tidak berturut-turut di wilayah RI;

(c) apabila ia seorang laki-laki yang sudah kawin dengan persetujuan dari istrinya;

(d) dapat berbahasa Indonesia dan mempunyai sekadarpengetahuan tentang sejarah Indonesia, serta tidak pernah dihukum karena melakukan suatu kejahatan yang merugikan RI;

(e) dalam keadaan sehat rohaniah dan jasmaniah;

(f) bersedia membayar kepada kas negara uang sejumlah antara Rp500,00 sampai Rp10.000,00 bergantung kepada penghasilan setiap bulan;

(g) mempunyai mata pencaharian yang tetap;

(h) tidak mempunyai kewarganegaraan lain atau pernah kehilangan kewarganegaraan RI.

Permohonan pewarganegaraan itu dilakukan dengan cara sebagai berikut.

(a) Permohonan diajukan secara tertulis dan bermeterai kepada Menteri Kehakiman melalui pengadilan negeri atau perwakilan RI di tempat tinggal di pemohon.

(b) Permohonan harus ditulis dalam bahasa Indonesia serta bersama dengan permohonan itu harus disampaikan bukti-bukti tentang umur, persetujuan dari istri, kecakapan berbahasa Indonesia, dan lain-lain.

Menteri Kehakiman dapat mengabulkan atau menolak permohonan pewarganegaraan itu. Jika permohonan itu diterima, maka pemohon harus mengucapkan sumpah atau janji setia di muka pengadilan negeri. Menteri Kehakiman kemudian harus mengumumkan pewarganegaraan itu dengan menempatkan keputusannya dalam Berita Negara. Jika permohonan itu ditolak, maka pemohon dapat mengajukan kembali permohonan itu.

(5) Karena akibat dari perkawinan Pemerintah Republik Indonesia memiliki pendirian bahwa dalam suatu perkawinan seharusnyalah kedua pasangan suami istri memiliki kewarganegaran yang sama. Meskipun pada dasarnya yang menentukan kesatuan kewarganegaraan itu adalah suami, tetapi seorang perempuan warga negara Indonesia yang menikah dengan warga (orang) asing akan kehilangan kewarganegaraan Indonesia apabila dalam waktu satu tahun setelah perkawinannya menyatakan keterangan untuk itu, kecuali apabila ia dengan kehilangan kewarganegaraan Indonesia itu menjadi tanpa kewarganegaraan. Demikian pula seorang perempuan asing yang menikah dengan seorang laki-laki warga negara Indonesia tidak selalu memperoleh kewarganegaraan Indonesia. Hal ini untuk mencegah timbulnya kelebihan kewarganegaraan.

(6) Karena turut ayah dan ibunya Pada umumnya, anak yang belum dewasa (belum berumur 18 tahun dan belum kawin) turut ayahnya. Tetapi, jika tidak memiliki hubungan hukum kekeluargaan dengan ayahnya, maka kewarganegaraannya turut ibunya. Dengan demikian, kewarganegaraan seorang anak menurut kewarganegaraan ayahnya jika memiliki hukum kekeluargaan dengan ayahnya, dan jika ayahnya kehilangan kewarganegaraan Indonesia, maka berlaku pula bagi anaknya yang memiliki hukum kekeluargaan dengan ayah, kecuali jika dengan kehilangan kewarganegaraan Indonesia anak tersebut menjadi tanpa kewarganegaraan.

(7) Karena pernyataan Seorang perempuan asing yang kawin dengan seorang laki-laki kewarganegaraan Indonesia akan memperoleh kewarganegaraan Indonesia apabila dalam waktu satu tahun setelah perkawinannya berlangsung menyatakan keterangan untuk itu, kecuali jika perempuan asing tersebut masih memiliki kewarganegaraan lain ketika memperoleh kewarganegaraan Indonesia, dalam mana keterangan itu tidak boleh dinyatakan.

b) Cara memperoleh kewarganegaraan RI menurut UU No. 12 tahun 2006

(1) Melalui kelahiran Seorang yang memperoleh kewarganegaraan Indonesia karena kelahiran adalah

(a) anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah dan ibu warga negara Indonesia;

(b) anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah warga negara Indonesia dan ibu warga negara asing;

(c) anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah warga negara asing dan ibu warga negara Indonesia;

(d) anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ibu warga negara Indonesia, tetapi ayahnya tidak mempunyai kewarganegaraan atau hukum negara asal ayahnya tidak memberikan kewarganegaraan kepada anak tersebut;

(e) anak yang lahir dalam tenggang waktu 300 (tiga ratus) hari setelah ayahnya meninggal dunia dari perkawinan yang sah dan ayahnya warga negara Indonesia;

(f) anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu warga negara Indonesia;

(g) anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu warga negara asing yang diakui oleh seorang ayah warga negara Indonesia sebagai anaknya dan pengakuan itu dilakukan sebelum anak tersebut berusia 18 (delapan belas) tahun atau belum kawin;

(h) anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia yang pada waktu lahir tidak jelas status kewarganegaraan ayah dan ibunya;

(i) anak yang baru lahir yang ditemukan di wilayah negara Republik Indonesia selama ayah dan ibunya tidak diketahui;

(j) anak warga negara Indonesia yang belum berusia 5 (lima) tahun diangkat secara sah sebagai anak oleh warga negara asing berdasarkan penetapan pengadilan tetap diakui sebagai warga negara Indonesia.

(k) anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia apabila ayah dan ibunya tidak mempunyai kewarganegaraan atau tidak diketahui keberadaannya;

(l) anak yang dilahirkan di luar wilayah negara Republik Indonesia dari seorang ayah dan ibu warga negara Indonesia yang karena ketentuan dari negara tempat anak tersebut dilahirkan tidak memberikan kewarganegaraan kepada anak yang bersangkutan;

(m) anak warga negara Indonesia yang lahir di luar perkawinan yang sah, belum berusia 18 (delapan betas) tahun atau belum kawin, diakui secara sah oleh ayahnya yang berkewarganegaraan asing tetap diakui sebagai warga negara Indonesia.

(2) Melalui pengangkatan Pengangkatan anak dari orang asing dapat dilakukan dengan syarat:

(a) anak tersebut diangkat oleh warga negara Indonesia;

(b) pada waktu diangkat anak tersebut masih di bawah umur, yaitu belum berumur 5 tahun;

(c) mendapatkan penetapan pengadilan.

(3) Melalui permohonan

Seseorang dapat mendapatkan kewarganegaraan Indonesia melalui permohonan yang diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia pada kertas bermeterai. Permohonan tersebut diajukan kepada presiden melalui menteri. Apabila permohonan tersebut dikabulkan, maka ditetapkan melalui keputusan presiden dan selanjutnya pemohon harus mengucapkan sumpah di depan pejabat yang berwenang. Adapun syarat untuk mendapatkan kewarganegaraan melalui permohonan adalah

(a)    telah berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin;

(b)   pada waktu mengajukan permohonan sudah bertempat tinggal di wilayah negara Republik Indonesia paling singkat 5 (lima) tahun berturut-turut atau paling singkat 10 (sepuluh puluh) tahun tidak berturut-turut;

(c)    sehat jasmani dan rohani;

(d)   dapat berbahasa Indonesia serta mengakui dasar negara Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945;

(e)    tidak pernah dijatuhi pidana karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 1 (satu) tahun atau lebih;

(f)    jika dengan memperoleh kewarganegaraan Republik Indonesia, tidak menjadi berkewarganegaraan ganda;

(g)    mempunyai pekerjaan dan atau berpenghasilan tetap;

(h)   membayar uang pewarganegaraan ke kas negara.

(4) Karena pemberian kewarganegaraan Orang asing dapat memperoleh kewarganegaraan Indonesia dengan cara pemberian oleh pemerintah Republik Indonesia. Ini adalah kewenangan presiden setelah mendapat pertimbangan dari DPR. Alasan pemberian kewarganegaraan kepada orang asing ini dikarenakan orang tersebut telah berjasa, yaitu ikut serta dalam memberikan kemajuan bagi bangsa Indonesia, seperti kemajuan dalam bidang teknologi, kebudayaan, lingkungan hidup, olahraga, dan kemanusiaan.

Selain berjasa terhadap kemajuan negara Indonesia, ada juga orang asing yang diberi kewarganegaraan karena alasan kepentingan negara. Pada umumnya, orang tersebut telah ikut memberikan sesuatu yang luar biasa bagi kedaulatan negara dan kemajuan di bidang perekonomian. Pemberian kewarganegaraan ini tidak berlaku jika dengan pemberian ini menyebabkan orang asing tersebut memiliki dua kewarganegaraan.

(5) Karena perkawinan Seseorang yang memperoleh kewarganegaraan Indonesia karena perkawinan adalah

(a) warga negara asing yang kawin secara sah dengan warga negara Indonesia, dan

(b) menyampaikan pernyataan menjadi warga negara di hadapan pejabat yang berwenang.

Pernyataan ini dilakukan oleh orang yang bersangkutan bila sudah bertempat tinggal di Indonesia selama 5 tahun berturut-turut atau 10 tahun tidak berturut-turut. Pernyataan ini tidak berlaku jika dengan itu orang tersebut menjadi bipatride (memiliki dua kewarganegaraan).

(6) Karena turut ayah dan ibu Seorang anak akan memperoleh kewarganegaraan Republik Indonesia apabila:

(a) anak yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun atau belum kawin, berada dan bertempat tinggal di wilayah negara Republik Indonesia, dari ayah atau ibu yang memperoleh kewarganegaraan Republik Indonesia;

(b) anak warga negara asing yang belum berusia 5 (lima) tahun yang diangkat warga negara Indonesia.

2) Kehilangan kewarganegaraan Republik Indonesia

a) Menurut UU No. 62 tahun 1958 Kehilangan kewarganegaraan Republik Indonesia akan terjadi apabila terjadi hal-hal berikut.

(1) Seorang warga negara Indonesia kawin dengan seorang laki-laki asing.

(2) Putusnya perkawinan seorang wanita asing dengan laki-laki warga negara Indonesia.

(3) Anak dari orang tua yang kehilangan kewarganegaraan Indonesia.

(4) Memperoleh kewarganegaraan lain karena kemauannya sendiri. Jika pada waktu memperoleh kewarganegaraan lain itu yang bersangkutan berada dalam wilayah Republik Indonesia, maka kewarganegaraan Indonesianya baru dianggap hilang apabila menteri kehakiman dengan persetujuan dewan menteri (presiden) atas kehendak sendiri atau atas permohonan orang yang bersangkutan menyatakan hilang.

(5) Tidak menolak atau melepaskan kewarganegaraan lain.

(6) Diakui oleh orang asing sebagai anaknya jika anak tersebut belum berumur 18 tahun dan belum kawin serta dengan kehilangan kewarganegaraan Republik Indonesia tidak menjadi tanpa kewarganegaraan.

(7) Diangkat anak secara sah oleh seorang asing jika anak tersebut belum berumur 5 tahun dan dengan kehilangan kewarganegaraan Republik Indonesia ia tidak menjadi tanpa kewarganegaraan.

(8) Dinyatakan hilang kewarganegaraannya oleh menteri kehakiman dengan persetujuan dewan menteri (presiden) jika orang tersebut telah berumur 21 tahun, bertempat tinggal di luar negeri, dan dengan dinyatakan hilang kewarganegaraan Republik Indonesia tidak menjadi tanpa kewarganegaraan.

(9) Masuk dalam dinas asing tanpa izin terlebih dahulu dari Menteri Kehakiman RI.

(10)Mengangkat sumpah atau menyatakan janji setia kepada negara asing.

(11) Turut serta dalam pemilihan sesuatu yang bersifat ketatanegaraan untuk suatu negara asing.

(12)Mempunyai paspor dari negara asing.

(13)Bertempat tinggal di luar negeri selama 5 tahun berturut-turut dengan tidak menyatakan keinginannya untuk tetap menjadi warganegara Indonesia, kecuali jika ia ada dalam dinas negara RI.

b) Menurut UU No. 12 tahun 2006

Kehilangan kewarganegaraan Republik Indonesia dapat terjadi apabila seseorang:

(1) memperoleh kewarganegaraan lain atas kemauannya sendiri;

(2) tidak menolak atau tidak melepaskan kewarganegaraan lain, sedangkan orang yang bersangkutan mendapat kesempatan untuk itu;

(3) dinyatakan hilang kewarganegaraan oleh presiden atas permohonannya sendiri, jika yang bersangkutan sudah berusia 18 (delapan belas) tahun, bertempat tinggal di luar negeri, dan dengan dinyatakan hilang kewarganegaraan Republik Indonesia tidak menjadi tanpa kewarganegaraan;

(4) masuk dalam dinas tentara asing tanpa izin terlebih dahulu dari presiden;

(5) secara sukarela masuk dalam dinas negara asing yang jabatan dalam dinas semacam itu di Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan hanya dapat dijabat oleh warga negara Indonesia;

(6) secara sukarela mengangkat sumpah atau menyatakan janji setia kepada negara asing atau bagian dari negara asing tersebut;

(7) tidak diwajibkan, tetapi turut serta dalam pemilihan sesuatu yang bersifat ketatanegaraan untuk suatu negara asing;

(8) mempunyai paspor atau surat yang bersifat paspor dari negara asing atau surat yang dapat diartikan sebagai tanda kewarganegaraan yang masih berlaku dari negara lain atas namanya;

(9) bertempat tinggal di luar wilayah negara Republik Indonesia selama 5 (lima) tahun terus menerus bukan dalam rangka dinas negara, tanpa alasan yang sah, dan dengan sengaja tidak menyatakan keinginannya untuk tetap menjadi warga negara Indonesia sebelum jangka waktu 5 (lima) tahun itu berakhir dan genap 5 (lima) tahun berikutnya yang bersangkutan tidak mengajukan pernyataan ingin tetap menjadi warga negara Indonesia kepada perwakilan Republik Indonesia yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal yang bersangkutan padahal perwakilan Republik Indonesia tersebut telah memberitahukan secara tertulis kepada yang bersangkutan, sepanjang tidak menjadi tanpa kewarganegaraan.

 

B. Menganalisis Persamaan Kedudukan Warga Negara dalam Kehidupan Bermasyarakat, Berbangsa, dan Bernegara

Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, setiap warga negara memiliki hubungan yang khusus dengan negaranya. Maksudnya adalah bahwa warga negara memiliki hak dan kewajiban terhadap negara, begitu pula negara hendaknya dapat menerapkan prinsip persamaan derajat, harkat, dan martabat setiap warga negaranya sehingga dapat terwujud suatu rasa keadilan dan persamaaan kedudukan pada setiap warga negara.

Persamaan kedudukan warga negara itu sangat penting. UUD 1945 mengaturnya agar tidak terjadi kesewenang-wenangan antara warga negara dengan penyelenggara negara, begitu pula antara warga negara yang satu dengan warga negara yang lain.

Sebelum hak-hak dan kebebasan-kebebasan dasar diakui secara sah, setiap manusia hanya dijadikan alat oleh pihak yang berkuasa. Segala tindakan dan pikirannya semata-mata hanya untuk kepentingan pihak yang berkuasa (memerintah). Oleh sebab itu, rakyat berjuang untuk memperoleh hak-hak dasar dan kebebasannya. Hak-hak dasar itu meliputi hak-hak dalam lingkungan politik, ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, dan hukum. Adapun kebebasan meliputi kebebasan pribadi dan kebebasan rohani. Negara Republik Indonesia sebagai negara demokrasi mengakui prinsip tersebut. Setiap warga negara, bahkan orang asing yang berada di negara Republik Indonesia, dijamin hak-hak dan kebebasan-kebebasannya, asal semua itu tidak melampaui batas kewajaran, yaitu batas keselamatan negara, batas kepentingan rakyat banyak, batas kepribadian bangsa, batas kesusilaan, dan batas pertanggungjawaban kepada Tuhan Yang Maha Esa

Di Indonesia, persamaan kedudukan warga negara diatur dalam konstitusi negara Indonesia, yaitu UUD 1945. Secara kultural, persamaan kedudukan itu telah ada melalui kebudayaan masyarakat setempat yang pada dasarnya memiliki kesamaan, seperti gotong royong, ramah tamah, dan rela berkorban.

1. Hak dan kewajiban warga negara Indonesia berdasarkan UUD 1945

Hak warga negara adalah hak yang ditentukan dalam konstitusi negara sehingga hanya berlaku pada negara yang bersangkutan. Hak warga negara Indonesia berbeda dengan hak warga negara Thailand.

Kewajiban adalah suatu pembatasan yang timbul dalam hubungan antara manusia dengan sesamanya, manusia dengan kelompoknya (masyarakat,) maupun manusia dengan negara. Kewajiban negara merupakan hak bagi setiap warga negaranya, contohnya, negara berkewajiban menjamin kebebasan dalam beragama. Sebaliknya, kewajiban warga negara adalah merupakan hak negara, contohnya, setiap warga negara berkewajiban membela negara.

Hak dan kewajiban warga negara Indonesia diatur dalam UUD 1945 Pasal 27 ayat (1) yang berbunyi: “… segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintah itu dengan tidak ada kecualinya”. Berikut penjelasan mengenai hak dan kewajiban warga negara Indonesia yang tercantum pada UUD 1945.

a. Hak warga negara Indonesia

Pembukaan UUD 1945 menyatakan bahwa setiap warga negara Indonesia berhak untuk mendapatkan kemerdekaan, kesejahteraan, dan pendidikan. Hak-hak tersebut diperinci dalam Batang Tubuh UUD 1945 sebagai berikut.

1) Pasal 27 ayat:

a) Segala warga negara bersama-an kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.

b) Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

c) Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara.

2) Pasal 28A: Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.

3) Pasal 28B ayat:

a) Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah.

b) Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

4) Pasal 28C ayat:

a) Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni,

dan budaya demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.

b) Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya.

5) Pasal 28D ayat:

a) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.

b) Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.

c) Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan.

d) Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan.

6) Pasal 28 E ayat:

a) Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.

b) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.

c) Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.

7) Pasal 28F: Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.

8) Pasal 28G ayat:

a) Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.

b) Setiap orang berhak bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain.

9) Pasal 28H ayat:

a) Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.

b) Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan.

c) Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara uluh sebagai manusia yang bermartabat.

d) Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapapun.

10) Pasal 28I ayat:

a) Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun.

b) Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.

11) Pasal 30 ayat (1): Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.

12) Pasal 31 ayat (1): Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.

b. Kewajiban warga negara Indonesia

Kewajiban setiap warga negara Indonesia tercantum dalam pasal-pasal berikut.

1) Pasal 23A mengenai kewajiban membayar pajak, bunyi pasal tersebut adalah “Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang”.

2) Pasal 27 ayat (1) mengenai kewajiban menaati hukum dan pemerintahan, bunyi pasal tersebut adalah “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”.

3) Pasal 27 ayat (3) mengenai kewajiban dalam membela negara, bunyi pasal tersebut adalah “Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara”.

4) Pasal 28J mengenai kewajiban menghormati hak asasi manusia.

a) Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

b) Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk rnemenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.

5) Pasal 30 ayat (1) mengenai kewajiban dalam pertahanan dan keamanan negara, berbunyi: Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.

6) Pasal 31 ayat (2) mengenai kewajiban untuk mengikuti pendidikan, berbunyi: Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.

2. Hak dan kewajiban warga negara Indonesia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara

Dalam pembahasan yang lalu telah diuraikan mengenai segala hak dan kewajiban kita sebagai warga negara Indonesiadalam konsitusi negara, yaitu UUD 1945. Aturan yang tercantum dalam UUD 1945 bersifat singkat hanya garis besarnya. Aturan lengkap dan terperinci diatur dalam peraturan perundangundangan, contohnya, hak dan kewajiban warga negara Indonesia pada bidang pendidikan diatur dalam UU No. 20 tahun 2003. Di bawah ini akan diuraikan mengenai hak dan kewajiban warga negara dalam berbagai bidang kehidupan berbangsa dan bernegara.

a. Hak warga negara Indonesia dalam bidang hukum.

1) Memiliki hak di dalam pengadilan untuk mengajukan banding, kasasi, dan grasi.

2) Memiliki hak untuk didampingi pembela (pengacara) dalam pemeriksaan di kepolisian dan di pengadilan.

3) Memiliki hak untuk mendapatkan informasi di bidang hukum.

4) Memiliki hak untuk ikut berperan aktif menegakkan keadilan di bidang hukum.

b. Kewajiban warga negara Indonesia dalam bidang hukum adalah untuk menaati hukum, baik di luar pengadilan maupun bila di dalam ruang pengadilan.

c. Hak warga negara Indonesia dalam bidang pemerintahan.

1) Memiliki hak untuk mendapatkan informasi dari pemerintah.

2) Memiliki hak untuk ikut berperan aktif dalam pemerintahan.

d. Kewajiban warga negara Indonesia dalam bidang pemerintahan adalah menaati segala peraturan yang dibuat oleh pemerintah.

 

D. Menghargai Persamaan Kedudukan Warga Negara tanpa Membedakan Ras, Agama, Gender, Golongan, Budaya, dan Suku

1. Pengertian persamaan kedudukan warga negara

Hampir seluruh negara mengakui adanya persamaan kedudukan bagi para warga negaranya karena, pada dasarnya, setiap manusia memiliki suatu hakhak dan kebebasan dasar. Sejarah perkembangan adanya pengakuan hak-hak dan kebebasan dasar manusia dapat kita ketahui melalui:

a. Magna Charta (tahun 1215),

b. Habeas Corpus Act (tahun 1679),

c. Bill of Right (tahun 1689),

d. Declaration of Independence of America (tahun 1776),

e. Declaration des Droits de L’homme et du Citoyen (tahun 1789), dan

f. The Four Freedoms dari F.D. Roosevelt (tahun 1941).

 

 

Menurut Harold J. Laski, prinsip persamaan kedudukan warga negara

memiliki dua dimensi.

a. Tidak adanya keistimewaan khusus.

b. Kesempatan yang sama diberikan kepada setiap orang.

Adapun menurut Robert A. Dahl (2001) terdapat dua alasan utama pentingnya prinsip persamaan kedudukan warga negara, yaitu

  1. secara intrinsik semua manusia diciptakan sama bahwa mereka dikaruniai oleh sang Pencipta dengan hak-hak asasi, dan
  2. setiap orang dewasa yang tunduk pada hukum suatu negara seharusnya dianggap cukup memenuhi syarat untuk dapat berpartisipasi di dalam proses demokratis pemerintahan negara itu.

Bagi sebagian besar negara yang menganut demokrasi, maka persamaan adalah merupakan suatu fondasi. Indonesia sebagai negara demokrasi mengakui dan menjamin persamaan kedudukan warga negaranya, baik warga negara Indonesia asli maupun warga negara Indonesia keturunan (orang asing). Hal ini dinyatakan dalam sila kedua dari Pancasila, yaitu “Kemanusiaan yang adil dan beradab”, bermakna bahwa manusia memiliki harkat dan martabat yang sama. Dijelaskan pula dalam UUD 1945 Pasal 27 ayat (1) yang berbunyi: “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”.

Hal ini memiliki arti bahwa persamaan kedudukan warganegara ini meliputi hak dan kewajibannya sebagai anggota dari negara Indonesia. Persamaan kedudukan itu meliputi berbagai bidang, seperti bidang hukum dan pemerintahan, bidang ekonomi, bidang politik, bidang pendidikan, serta bidang sosial dan budaya.

2. Persamaan kedudukan warga negara Indonesia

Dalam ketatanegaraan Indonesia, prinsip persamaan kedudukan warga negara diatur di dalam UUD 1945 Pasal 27 ayat (1). Bentuk-bentuk persamaan kedudukan warga negara di berbagai bidang kehidupan itu sebagai berikut.

a. Persamaan kedudukan warga negara Indonesia dalam bidang hukum dan pemerintahan

Persamaan kedudukan warga negara Indonesia berarti bahwa setiap warga negara memiliki hak dan kewajiban yang sama serta mendapatkan perlakuan yang adil oleh negara melalui para aparat penegak hukum, seperti hakim, jaksa, dan polisi. Contoh persamaan kedudukan dalam bidang hukum ini, antara lain,

1) setiap orang memiliki hak untuk diperlakukan sama tanpa pandang bulu,

2) setiap orang berhak untuk mendapatkan perlindungan hukum,

3) setiap orang berhak untuk dianggap tidak bersalah sebelum adanya suatu keputusan dari hakim yang tetap,

4) setiap orang memiliki hak untuk tidak dituntut kedua kalinya dalam kasus yang sama (dalam hukum pidana), dan

5) setiap orang berhak mendapatkan bantuan hukum apabila berstatus sebagai tersangka/terdakwa.

Hal ini tercantum pada UU 1945 Pasal 28D ayat (1) yang berbunyi: “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum”. Peraturan perundang-undangan mengenai hal ini adalah

1) Undang-Undang No. 39 tahun 1999 mengenai Hak Asasi Manusia,

2) Undang-Undang No. 8 tahun 1981 mengenai KUHAP, dan

3) Undang-Undang No. 2 tahun 1986 mengenai Peradilan Umum.

Persamaan kedudukan di bidang pemerintahan mempunyai arti bahwa warga negara diperlakukan sama oleh pemerintah, adil, dan tidak diskriminatif. Contoh persamaan kedudukan dalam bidang pemerintahan ini, antara lain,

1) setiap orang berhak untuk menduduki jabatan dalam pemerintahan, baik pemerintahan daerah maupun pemerintahan pusat;

2) setiap orang berhak untuk menjadi pegawai negeri;

3) setiap orang berhak untuk memperoleh informasi dari pemerintah.

Persamaan kedudukan pada bidang pemerintahan ini tercantum dalam UUD 1945 Pasal 28D ayat (3) yang berbunyi: “Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan”.

b. Persamaan kedudukan warga negara Indonesia dalam bidang politik

Setiap warga negara memiliki kedudukan yang sama dalam hal berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapatnya, baik secara lisan maupun tertulis. Persamaan kedudukan dalam bidang politik ini tercantum pada Pasal 28 UUD 1945 yang berbunyi: “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undangundang”. Adapun contoh persamaan kedudukan dalam bidang politik, antara lain,

1) setiap orang memiliki kesempatan yang sama untuk mendirikan partai politik;

2) setiap orang yang telah memenuhi persyaratan tertentu memiliki hak untuk memilih dan dipilih;

3) setiap orang berhak menyampaikan pendapatnya, baik tertulis maupun lisan, dalam sistem politik berupa dukungan atau penolakan terhadap suatu kebijakan tertentu dari pemerintah;

4) setiap orang berhak mengikuti kampanye dalam pemilu sesuai dengan aspirasinya;

5) setiap orang memiliki kesempatan yang sama untuk mendirikan lembaga swadaya masyarakat.

Persamaan kedudukan dalam bidang politik ini tercantum di dalam peraturan perundang-undangan berikut.

1) Undang-Undang No. 9 tahun 1998 mengenai Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.

2) Undang-Undang No. 31 tahun 2002 mengenai Partai Politik.

3) Undang-Undang No. 12 tahun 2003 mengenai Pemelihan Umum Anggota DPR, DPRD, dan DPD.

4) Undang-Undang No. 23 tahun 2003 mengenai Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden.

c. Persamaan kedudukan warga negara Indonesia dalam bidang

ekonomi

Setiap warga negara diperlakukan sama dalam berbagai kegiatan ekonomi, artinya semua warga negara memperoleh kesempatan yang sama untuk menjalankan kegiatan ekonomi sehingga memperoleh kesejahteraan hidup. Pasal-pasal dalam UUD 1945 yang mencantumkan hak warga negara di bidang ekonomi ini sebagai berikut.

1) Pasal 27 ayat (2) yang berbunyi: “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”.

2) Pasal 28D ayat (2) yang berbunyi: “Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.

3) Pasal 28H ayat (4) yang berbunyi: “Setiap orang berhak mempunyai hak miliki pribadi dan hak miliki tersebut tidak dapat diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapa pun”.

4) Pasal 33 ayat (1) sampai dengan (4) yang berbunyi:

a) perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan;

b) cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara;

c) bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat;

d) perekonomian nasional diselenggarakan berdasarkan atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.

Tujuan utama demokrasi ekonomi Indonesia adalah kesejahteraan rakyat. Untuk itu, negara mengambil peran yang pentung dengan menguasai sektorsektor perekonomian yang menguasai hajat hidup orang banyak untuk menghindari praktik monopoli oleh piha-pihak tertentu yang berusaha mencari keuntungan. Meskipun demikian pihak swasta juga dapat ikut berperan dalam kegiatan perekonomian. Adapun contoh persamaan kedudukan dalam bidang ekonomi ini, antara lain,

1) setiap orang berhak untuk mencari dan memperoleh pekerjaan;

2) setiap orang memiliki hak yang sama dalam mengembangkan bisnis;

3) setiap orang memiliki kesempatan yang sama dalam berbagai akses mengenai perizinan dalam mendirikan perseroan terbatas (PT), usaha perbankan, dan koperasi;

4) setiap orang berhak untuk mendapatkan informasi pasar;

5) setiap orang berhak untuk mendapatkan kesempatan yang sama mengenai akses sumber modal, bahan baku, dan teknologi.

d. Persamaan kedudukan warga negara Indonesia dalam bidang keagamaan

Semua warga negara Indonesia mendapatkan kesempatan yang sama untuk menjalankan segala aktivitasnya dalam beragama. Hal ini termuat dalam UUD 1945 pada pasal-pasal berikut.

1) Pasal 28E ayat (1) yang berbunyi: “Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraannya, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali”.

2) Pasal 28E ayat (2) yang berbunyi: “Setiap orang berhak atas kebebasan menyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya”.

3) Pasal 29 ayat (2) yang berbunyi: “Negara menjamin kemerdekaan tiaptiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu”.

Adapun contoh persamaan kedudukan dalam bidang keagamaan ini, antara lain,

1) setiap orang memiliki hak yang sama untuk memeluk agama sesuai dengan keyakinannya;

2) setiap orang berhak untuk menjalankan aktivitas keagamaannya atau kepercayaannya, misalkan, merayakan hari raya Idul Fitri bagi umat Islam, merayakan hari Natal bagi Umat Kristen dan Katolik, merayakan hari raya Nyepi bagi umat Hindu, dan merayakan hari Waisak bagi umat Buddha.

 

 

 

f. Persamaan kedudukan warga negara Indonesia dalam bidang sosial budaya

Setiap warga negara memiliki kedudukan yang sama untuk memperoleh jaminan sosial yang meliputi kesehatan dan kesejahteraan. Demikian pula dalam bidang budaya, setiap warga negara berhak untuk menjalankan aktivitas kebudayaannya dan mengembangkan kebudayaan itu sendiri. Persamaan kedudukan dalam bidang sosial budaya ini tercantum dalam pasal-pasal UUD 1945 sebagai berikut.

1) Pasal 28C ayat (1) yang berbunyi: “Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni, dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia”.

2) Pasal 28F yang berbunyi: “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia”.

3) Pasal 28H ayat (1) yang berbunyi: “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”.

4) Pasal 28H ayat (3) yang berbunyi: “Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermanfaat”.

Pemerintah pun memiliki tanggung jawab yang penuh terhadap warga negara dalam bidang sosial budaya, hal ini tercantum pula dalam UUD 1945 pada pasal-pasal berikut.

1) Pasal 32 ayat (1) dan (2).

a) Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budaya.

b) Negara menghormat dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional.

2) Pasal 34 ayat (1) sampai (3).

a) Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara.

b) Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.

c) Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan pelayanan umum yang layak.

Adapun contoh persamaan kedudukan dalam bidang sosial budaya ini, antara lain,

1) setiap orang memiliki hak yang sama untuk mendapatkan penghidupan yang layak;

2) setiap orang berhak untuk mendapatkan fasilitas umum dari pemerintah, seperti listrik, air bersih, dan telepon;

3) setiap orang berhak untuk mendapatkan fasilitas kesehatan, seperti rumah sakit, puskesmas, asuransi kesehatan (Askes), dan kartu kesehatan bagi yang tidak mampu;

4) setiap orang memiliki persamaan dalam memperoleh jaminan sosial;

5) setiap orang berhak untuk mendapatkan bantuan dalam hal bencana alam;

6) setiap orang berhak memperoleh santunan bagi fakir miskin dan anak terlantar;

7) setiap orang berhak untuk melakukan aktivitasnya dalam lingkungan sosialnya;

8) setiap orang berhak untuk mengembangkan kebudayaannya;

9) setiap orang berhak untuk melakukan kegiatan yang berhubungan dengan kebudayaan, misalnya, upacara mitoni (7 bulanan) pada masyarakat Jawa;

10) setiap orang berhak untuk menikmati hasil dari kebudayaan, misalnya, melihat pertunjukkan seni tari tradisional.

g. Persamaan kedudukan warga negara Indonesia dalam bidang

pertahanan dan keamanan

Setiap warga negara berhak untuk ikut serta dalam pertahanan negara serta memiliki kewajiban yang sama dalam upaya bela negara. Hal ini tercantum dalam UUD 1945 pada pasal-pasal berikut.

1) Pasal 30 ayat (1) yang berbunyi: “Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara”.

2) Pasal 30 ayat (2) yang berbunyi: “Usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, sebagai kekuatan utama, dan rakyat sebagai kekuatan pendukung”.

3) Pasal 27 ayat (3) yang berbunyi: “Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara”.

 

 

 

Selain tercantum dalam UUD 1945, keikutsertaan warga negara Indonesia dalam upaya bela negara diatur pula pada UU No. 3 tahun 2002. Contoh persamaan kedudukan dalam bidang pertahanan dan keamanan, antara lain,

1) setiap orang berhak untuk ikut serta dalam upaya bela negara,

2) setiap orang memiliki hak untuk memperoleh kesempatan menjadi anggota Tentara Nasional Indonesia maupun Kepolisian Negara Indonesia, dan

3) setiap orang memiliki kewajiban yang sama untuk ikut serta dalam menjaga keamanan pada lingkungannya masing-masing.

3. Menghargai persamaan kedudukan warga negara

Keragaman suku dan budaya di Indonesia rawan menimblkan konflik, baik vertikal maupun horizontal. Penyebabnya adalah adanya praktik-praktik diskriminasi, suatu tindakan yang tidak adil terhadap individu atau kelompok tertentu karena adanya perbedaan agama, suku bangsa, status sosial ekonomi, pendidikan, gender, ataupun keadaan fisik. Perlu adanya upaya dari pemerintah, masyarakat, dan individu untuk menghargai nilai-nilai persamaan kedudukan di antara warga negara. Caranya, antara lain, sebagai berikut.

a. Bagi pihak pemerintah, wajib memberikan contoh keteladan dalam kepemimpinan untuk menegakkan prinsip persamaan ini dengan membuat peraturan perundang-undangan dan penegakkan hukum secara konsisten dan adil sesuai dengan UUD 1945 dan peraturan perundangan-undangan.

b. Bagi masyarakat, harus ditumbuhkan suatu sikap untuk bersedia menerima adanya kesetaraan di antara berbagai ragam kebudayaan dalam hubungan sosial dan di tengah keanekaragaman budaya itu secara konsisten memperlakukan individu dan kelompok-kelompok dalam masyarakat yang memiliki identitas yang berbeda, seperti agama, suku bangsa, gender, golongan atau status sosial ekonomi, dan budaya, tanpa adanya diskriminasi.

c. Bagi individu, perlu untuk belajar dan melatih diri menumbuhkan suatu sikap peduli dan memiliki solidaritas terhadap orang (individu) atau kelompok yang mendapatkan perlakukan secara diskriminatif.

modul ips kelas xi smk semester 2

BAB IV

KEBUDAYAAAN

 

  1. a.      Pengertian Kebudayaaan

Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai kultur dalam bahasa Indonesia.

Sedangkan pengertian mengenai kebudayaan sendiri yaitu sistem pengetahuan yang meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.

Berikut ini pandangan para ahli tentang kebudayaan.

  1. Melville J. Herkovits

Kebudayaan sebagai suatu superorganik karena kebudayaan yang turun temurun tidak pernah akan ditinggalkan walaupun masyarkat senantiasa silih berganti.

  1. Koentjaraningrat

Kebudayaan sebagai keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan bermasyarakat.

  1. Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemaerdi

Kebudayaan sebagai semua hasil karya, rasa dan cipta masyarakat.

a)      Karya masyarakat menghasilkan teknologi dan kebudayaan kebendaan yang dibutuhkan oleh manusia.

b)      Rasa yang meliputi jiwa manusia, mewujudkan segala kaidah-kaidah dan nilai-nilai sosial yang perlu untuk mengatur masalah kemasyarakatan.

c)      Cipta merupakan kemampuan mental, kemampuan berfikir orang-orang yang hidup bermasyarakat.

  1. b.      Unsur-unsur Kebudayaan

Ada beberapa ahli yang menyebutkan adanya unsur-unsur kebudayaan

  1. Melville J. Herskovits

Menyebutkan ada empat unsur pokok kebudayaan, yaitu:

a)      Alat-alat teknologi

b)      Sistem ekonomi

c)      Keluarga

d)      Kekuasaan politik

  1. Clyde Kluckhohn

Menyebutkan tujuh unsur kebudayaan, yaitu:

a)      Peralatan dan perlengkapan hidup manusia

b)      Mata pencarian hidup dan sistem ekonomi

c)      Sistem kemasyarakatan

d)      Bahasa

e)      Kesenian

f)       Sistem pengetahuan

g)      Sistem kepercayaan

Unsur-unsur pokok kebudayaan diatas disebut sebagai kebudayaan universal.

  1. Ralph Linton

Kegitan kebudayaan dapat dipilah menjadi unsur-unsur yang lebih kecil lagi.

a)      Peralatan dan perlengkapan hidup

b)      Sistem mata pencarian: berburu dan meramu, berternak, bertani, berdagang. dan menangkap ikan

c)      Sistem kemasyarakatan: Sistem kekerabatan, Organisasi sosial, Bahasa, Kesenian, Sistem ilmu dan pengetahuan, dan Sistem kepercayaan (religi)

 
 

1

 

 

 

  1. c.       Macam-macam Budaya Lokal di Indonesia
  2. Kebudayaan masyarakat Batak.

Wilayah yang didiami oleh masyarakat Batak adalah Dataran tinggi Karo,Langkat Hulu,Deli hulu,Serdang Hulu,Simalungun,Toba,Mandailing,Tapanuli Tengah.Sistem kekerabatannya adalah Patrilineal

  1. Kebudayaan Minangkabau

Wialyah Minangkabau adalah di Sumatera Barat.Sistem kekrabatannya adalah Matrilineal

  1. Kebudayaan Masyarakat Bali

Masyarakat Bali di bagi menjadi dua:

a)      Masyaraakt Bali Aga,yaitu masyrakat Bali yang kurang mendapat pengaruh kebudayaan Jawa Hindu dari Majapahit.

b)      Bali Majapahit,yaitu masyarakat Bali yang banyak mendapat pengaruh Jawa-Hindu Majapahit. Sistem kekerabatannya adalah Patrilineal.

  1. Kebudayaan Masyaraakt Aceh.
    1. d.      Dampak Masuknya Budaya Asing dan Hubungan Antar Budaya
    2. Dampak Positif

Di era globalisasi dan kemajuan teknologi kemajuan sekarang ini memang tidak dapat dipungkiri masuknya juga kebudayaan asing yang menyertai. Masuknya teknologi beserta budaya akan diadopsi dan disesuaikan dengan selera masyarakat setempat. Itulah yang dimaksud dengan alih teknologi. Kemudahan untuk mendapatkan informasi dan kebiasaan berkompetensi juga merupakan salah satu dampak positif masuknya kebudayaan asing.

Dampak positif globalisasi, antara lain sebagai berikut.

a)      Kemajuan di bidang teknologi, komunikasi, informasi, dan transportasi yang memudahkan kehidupan manusia.

b)      Kemajuan teknologi menyebabkan kehidupan sosial ekonomi lebih produktif, efektif, dan efisien sehingga membuat produksi dalam negeri mampu bersaing di pasar internasional.

c)      Kemajuan teknologi memengaruhi tingkat pemanfaatan sumber daya alam secara lebih efisien dan berkesinambungan.

d)      Kemajuan iptek membuat bangsa Indonesia mampu menguasai iptek sehingga bangsa Indonesia mampu sejajar dengan bangsa lain.

  1. Dampak Negative

Dampak negative yang timbul juga dapat terjadi dengan masuknya kebudayaan asing, seperti sikap individualis dan mengabaikan nilai budaya yang ada di masyarakat dan yang dapat kita lihat dimasyarakat munculnya sifat konsumerisme akibat banyaknya produk-produk di dalam negeri.

Globalisasi juga mempunyai dampak negatif, antara lain sebagai berikut.

a)      Terjadinya sikap mementingkan diri sendiri (individualisme) sehingga kegiatan gotong royong dan kebersamaan dalam masyarakat mulai ditinggalkan.

b)      Terjadinya sikap materialisme, yaitu sikap mementingkan dan mengukur segala sesuatu berdasarkan materi karena hubungan sosial dijalin berdasarkan kesamaan kekayaan, kedudukan sosial atau jabatan. Akibat sikap materialisme, kesenjangan sosial antara golongan kaya dan miskin semakin lebar.

c)      Adanya sikap sekularisme yang lebih mementingkan kehidupan duniawi dan mengabaikan nilai-nilai agama.

d)      Timbulnya sikap bergaya hidup mewah dan boros karena status seseorang di dalam masyarakat diukur berdasarkan kekayaannya.

e)      Tersebarnya nilai-nilai budaya yang melanggar nilai-nilai kesopanan dan budaya bangsa melalui media massa seperti tayangan-tayangan film yang mengandung unsur pornografi yang disiarkan televisi asing yang dapat ditangkap melalui antena parabola atau situs-situs pornografi di internet.

f)       Masuknya budaya asing yang tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya bangsa, yang dibawa para wisatawan asing. Misalnya, perilaku seks bebas (free sex).

 

 

 

 

 

  1. Wujud Hubungan Kebudayaan Asing dan Kebudayaan Lokal

Setiap kebudayaan asli selalu berinteraksi dengan kebudayaan baru atau asing dimana hubungan tersebut terwujud dalam bentuk:

a)      Akulturasi adalah perpaduan dua kebudayaan yang menghasilkan kebudayaan baru, namun masih adanya unsur-unsur kebudayaan asli. Contoh bangunan Masjid Demak yang merupakan perpaduan kebudayaan Islam dan kebudayaan Jawa.

b)      Asimilasi merupakan perpaduan dua budaya yang menghasilkan kebudayaan-kebudayaan baru tetapi unsur kebudayaan lama akan terkikis sedikit demi sedikit. Contoh budaya baju tradisional kebaya yang sudah langka tidak dipakai lagi.

c)      Sintesis adalah perpaduan dua kebudayaan yang menghasilkan kebudayaan baru dan menghilangkan kebudayaan terdahulu. Contoh music rock n roll yang merupakan perpaduan music blues dengan country.

d)      Penetrasi adalah masuknya kebudayaan dengan cara paksa atau kekerasan. Biasanya terjadi pada penjajahan atau kolonialisme.

  1. e.       Keberagaman Budaya Di Indonesia
  2. Faktor yang Menyebabkan Keberagaman Budaya

Di Indonesia faktor-faktor yang menyebabkan keberagaman budaya antara lain:

a)      Suku bangsa

b)      Bahasa

c)      Aliran Politik

d)      Integrasi nasional

e)      Keberagamnya Religi

f)       Keberagamnya Seni dan Budaya

Hubungan antara suku bangsa dengan ras sangatlah erat. Perbedaan ras banyak ditunjukan dengan perbedaan biologis fisik. Misalnya ada anggapan bahwa berkulit hitam pasti berambut keriting, sedangkan berkulit kuning berambut lurus. Faktor rasa ini sampai sekarang tidak dapat diubah dengan teknologi dan tidak dapat disembunyikan.

  1. f.        Manfaat Keneragaman Budaya

Bidang bahasa bahasa daerah dapat memperkaya perbendaharaan bahasa Indonesia. Bidang Pariwisata-keberagaman budaya dapat di jadikan tujuan obyek wisata yang dapat mendatangkan devisa negara.

Kebudayaan masyarakat Indonesia sangat beraneka ragam karena terdiri atas bermacam-macam suku bangsa, ras, agama, bahasa, adat istiadat, golongan politik dan sebagainya. Keragaman kebudayaan inilah yang menyebabkan masyarakat di Indonesia menjadi unik dan berbeda dengan masyarakat lainnya di dunia. Namun keberagaman tersebut menyebabkan kehidupan masayarakat Indonesia menjadi rawan konflik. Masyarakat majemuk atau multikultural memiliki karakteristik heterogen dengan pola hubungansosial antarindividu bersifat toleran dan harus menerima kenyataan untuk hidup berdampingan secara damai satu sama lain dengan perbedaan-perbedaan yang melekat pada tiap entitas sosial dan politiknya. Kebesaran kebudayaan sauatu masyarakat atau bangsa terletak pada kemampuannya untuk menampung berbagai perbedaan dan keberagaman dalam satu ikatan yang berdasarkan prinsip-prinsip hak asasi manusia dan demokrasi. Manfaat keberagaman budaya suku-suku bangsa adalah sarana untuk menengahi setiap ada isu konflik separatis dan disintegrasi sosial.

  1. g.      Contoh Kebudayaan Lokal
  2. Kebudayaan masyarakat sunda

a)      sistem kekerabatan, parental yaitu mengikuti garis keturunan kedua orang tua.

b)      sisitem religi, sebagian besar masyarakat Sunda beragama Islam

c)      kesenian, angklung, calung, wayang golek, tari jaipong dan tari topeng

  1. Kebudayaan masyarakat Jawa

a)      sistem kekrabatan, bilateral.

b)      sistem religi sebagian besar orang Jawa memluk Islam.

c)      kesenian, gamelan, wayang, seni ukir dan seni batik

  1. Kebudayaan lokal masyarakat Batak

a)      sistem kekrabatan, patrimonial, yaitu mengikuti garis keturunan ayah.

b)      sistem religi masyarakat batak banyak menganut agama, Islam, katolik, protestan, Hindu, dan Budha. kesenian, tarian-tarian

  1. Kebudayaan lokal masyarakat Bugis

a)      sistem kekerabatan, Pangadereng yaitu sistem adat keramat.

Masyarakat Bugis mengenal tiga bentuk perkawinan antara saudara sepupu, perkawinan assialang marola, perkawinan assialannaa memang, perkawinan ripaddeppe mabelae.

b)      sistem religi,pada umumnya menganut agama Islam tapi juga ada penganut kepecayan kuno.

c)      kesenian,ukir-ukiran dan arsitektur rumah.

  1. Kebudayaan lokal masyarakat Dayak

a)      sistem kekerabatan,masyarakat Dayak mengenal sistem ambilineal, yaitu mengikuti garis keturunan laki-laki dan perempuan.

b)      sistem religi,penganut agama Islam, Katolik, Protestan, Hindu dan Budha.

c)      kesenian, seni musik, tarian, seni ukir dan tenun

  1. Kebudayaan lokal masyarakat Asmat

a)      sistem kekerabatan,masyarakat Asmat mengenal tiga bentuk keluarga: 1. keluarga inti,yaitu terdiri dari ayah,ibu dan anak, 2. keluarga luas,(uxorilokal),yaitu keluarga yang setelah menikah bertempat tinggal di rumah keluarga pihak istri, dan 3. keluarga luas (avunkulokal), yaitu keluarga yang setelah menikah bertempat tinggal di rumah keluarga istri pihak ibu.

b)      sistem religi, penganut animisme dan dinamisme.

c)      kesenian, seni tari, topeng, dan seni patung.

  1. h.      Keberagaman Budaya

Keberagaman budaya menimbulkan masalah seperti:

  1. Konflik. Konflik merupakan proses sosial disosiatif yang memecah kesatuan dalam masayarakat. Meskipun demikian, tak selamanya konflik itu negatif. Misalnya dari konflik tentang perbedaan pendapat dalam diskusi. Dari konflik pendapat tersebut dapat memperjelas hal-hal yang sebelumnya tidak jelas, menyempurnakan hal-hal yang tidak sempurna, bahkan kesalahan dapat diperbaiki dengan cara-cara kritis dan santun. Berdasarkan tingkatannya, ada dua macam konflik yaitu konflik tingkat ideologi atau gagasan dan konflik tingkat politik. Berdasarkan jenisnya ada tiga, yaitu konflik rasial, konflik antarsuku dan konflik antaragama.
  2. Integrasi. Integrasi adalah saling ketergantungan yang lebih rapat dan erat antarbagian dalam organisme hidup atau antar anggota di daam masyarakat sehingga terjadi penyatuan hubungan yang dianggap harmonis.
  3. Reintegrasi. Reintgrasi atau reorganisasi dapat dilaksanakan apabila norma-norma dan nilai-nilai baru telah melembaga dalam diri warga masyarakat.
  4. Disintegritas

Disintegrasi atau disorganisasi merupakan suatu keadaan yang tidak serasi pada setiap bagian dari suatu kesatuan. Agar masyarakat dapat berfungsi sebagai organisasi harus ada keserasian antar bagian-bagiannya.

  1. Masalah hubungan dengan penduduk pendatang
  2. Kecemburuan sosial terhadap kelompok lain
  3. Perbedaan yang sangat mencolok
  4. Rasa fanatik yang luas dan tidak rasional dalam mengamalkan ajaran agama
  5. Perbedaan tabiat, sopan santun diantara bangsa Indonesia

Alternatif pemecahan masalah yang ditimbulkan oleh keberagaman agama.

  1. Mengendalikan agar konflik tidak berubah wujud menjadi kekerasan
  2. Mengembangkan perasaan saling menghargai
  3. Mengikis habis ciri stereotip etnik maupun sifat etnosentris.
  4. Mengembangkan sikap toleransi yang tinggi antar umat beragama
  5. Mengembangkan berbagai pola hubungan dalam masyarakat multikultural seperti :

a)      Asimilasi

b)      self segregation

c)      integrasi

d)      pluralisme

  1. i.        Integrasi Rasional Bangsa Indonesia

Integrasi rasional bangsa Indonesia adalah hasrat dan kesadaran untuk bersatu sebagai satu bangsa yakni bangsa Indonesia.

 

  1. Langkah-langkah menuju integrasi

a)      Mengembangkan konsensus

b)      Mengembangkan peran struktur masyarakat

c)      Upaya pemerintah menciptakan integrasi

  1. Perwujudan integrasi nasional melalui :

a)      Pakaian

b)      Bahasa

c)      Lambang dan identitas kebangsaan

d)      Perilaku dan

e)      Lembaga

f)       Dalam menjaga keselarasan antar budaya diperlukan peran masyarakat dari pemerintah.

  1. j.        Peran Masyarakat dalam Menjaga Keragaman Budaya

Peran masyarakat dalam menjaga keragaman dan keselaran budaya antara lain sebagai berikut:

  1. Mengembangkan sikap saling menghargai terhadap nilai-nilai dan norma sosial yang berbeda-beda dari anggota masyarakat, tidak mementingkan kelompok, ras, etnik atau kelompok agamanya.
  2. Meninggalkan sikap primodialisme terutama yang menjurus pada sikap etnosentrisme dan ekstrimisme(berlebih-lebihan)
  3. Menegakan supremasi hukun yang artinya sutau peraturan formal harus berlaku pada semua warga negara tanpa memandang kedudukan sosial, ras, etnik dan agama yang mereka anut.
  4. Mengembangkan rasa nasionalisme terutama melalui penghayatan wawasan berbangsa dan bernegara namun menghindari sikap chauvimisme yang akan mengarah pada sikap ekstrim dan menutup diri akan perbedaan yang ada dalam masyarakat.
  5. Menyelesaikan semua konflik dengan cara yang akomodatif melalui mediasi, kompromi dan ajudikasi.
  6. Mengembangkan kesadaran sosial.

Contoh kongkritnya adalah di Bali sedang digalakkannya program Ajeg Bali guna mempertahankan kebudayaan di dalam kehidupan masyarakat Bali yang makin lama terlihat makin memudar karena budaya asing yang masuk begitu saja dalam kehidupan masyarakat. Program ini ditujukan agar para penerus (generasi muda) tidak melupakan kebudayaannya selain itu agar masyarakat tau bagaimana cara hidup berdampingan dengan orang yang berbeda keyakinan dan budaya berdasarkan asas Ajeg Bali itu sendiri.

  1. k.      Peran Pemerintah dalam Menjaga Keragaman Budaya
  2. Menyelenggarakan ajang festival budaya yang diikuti dari berbagai macam perwakilan daerah-daerah di Indonesia.
  3. Melakukan pemindahan penduduk secara terprogram melalui transmigrasi khususnya dari pulau Jawa, Bali dan Madura ke berbagai pulau di Indonesia yang jarang penduduknya dan memiliki potensi ekonomi yang besar. Selain meningkatkan kesejahteraan penduduk juga dapat mengenal kebudayaan setempat.
  4. Meskipun terlihat bahwa otonomi daerah lebih menonjolkan sifat-sifat kedaerahannya, namun tidak dapat dipungkiri bahwa otonomi daerah merupakan langkah cerdas dalam memberikan kesempatan kepada daerah-daerah yang memiliki perbedaan-perbedaan dalam banyak hal untuk mengembangkan diri dalam membangun masyarakatnya masing-masing.
  5. Pemerataan pendidikan merupakan langkah strategis, sebab melalui pendidikan dapat ditanamkan nilai-nilai keagamaan. Manusia diciptakan beraneka ragam semata-mata untuk saling mengisi dan menolong satu sama lainnya. Melalu pendidikan juga dapat ditanamkan sikap-sikap positif seperti toleransi, kerja sama dan demokrasi.

Contoh nyata adalah Meneteri Kebudayaan Indonesia telah membuat program Visit Indonesia Year 2008 yang bertujuan untuk mempromosikan pariwisata terutama keragaman budaya di Indonesia yang terkenal sangat unik. Program ini selain ditujukan untuk pihak mancanegara, juga ditujukan kepada pihak domestik agar masyarakat Indonesia lebih memperhatikan dan melestarikan kebudayaan yang telah diwariskan oleh nenek moyang kita dari zaman dahulu agar tetap terjaga. Di samping itu apabila kita mampu menjaga keragaman budaya, kita akan lebih menunjukan jati diri bangsa dan negara kepada pihak dunia agar budaya yang jelas-jelas milik kita tidak dengan mudahnya diakui oleh negara lain.

 

 

  1. l.        Menghargai Keragaman Suku dan Budaya Di Indonesia

Bangsa Indonesia terkenal sebagai bangsa yang majemuk atau heterogen. Bangsa kita mempunyai beraneka ragam suku bangsa, budaya, agama, dan adat istiadat (tradisi). Semua itu tercermin dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia. Misalnya dalam upacara adat, rumah adat, baju adat, nyanyian dan tarian daerah, alat musik, dan makanan khas.

  1. Keanekaragaman Suku Bangsa di Indonesia

a)      Persebaran Daerah Asal Suku Bangsa di Indonesia. Suku bangsa adalah kesatuan sosial yang dapat dibedakan dari kesatuan sosial lain. Menurut para ahli, jumlah suku bangsa di Indonesia terdapat lebih dari 300 suku bangsa.

b)      Sikap Menghormati Keragaman Suku Bangsa. Menghormati keragaman suku bangsa harus diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari. Contohnya dengan mengembangkan sikap-sikap berikut.

1)      Menghargai adat istiadat dan budaya warga yang berbeda

2)      Menciptakan kerukunan dalam masyarakat yang majemuk seperti kerukunan dalam sebuah keluarga.

3)      Memupuk semangat tolong-menolong antar sesama warga.

4)      Membiasakan bermusyawarah untuk menyelesaikan masalah.

5)      Mengutamakan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi dan  golongan.

  1. Keanekaragaman Budaya di Indonesia

a)      Keanekaragaman budaya daerah

1)      Kesenian Daerah. Kesenian daerah merupakan bentuk kreasi masyarakat setempat. Bentuk-bentuk  kesenian daerah berupa tarian, nyanyian,  dan alat musik daerah.

2)      Tari dan lagu daerah

3)      Alat Musik Daerah

4)      Pakaian daerah

5)      Rumah adat dan senjata tradisional 

6)      Pertunjukkan daerah

7)      Tradisi dan Kepercayaan

  • Ngaben adalah upacara pembakaran jenazah dalam agama Hindu di Bali.
  • Ngutang Mayit yaitu upacara kesenian di Trunyam salah satu suku di Bali.
  • Tindik Telinga, yaitu memasang anting ke daun telinga anak perempuan Dayak di Kalimantan Timur.
  • Kesodo yaitu upacara mempersembahkan sesajen ke kawah Gunung Bromo.
  • Ngeuyeuk Seureuh yaitu upacara adat perkawinan di daerah Jawa Barat
  • Larung Sesaji di Daerah Istimewa Yogyakarta yaitu memberikan sesaji dengan cara dilarung (dihanyutkan) di pantai selatan.
  • Upacara Ngalokat Cai (Jawa Barat), yaitu upacara membersihkan sesuatu yang sudah kotor.
  • Upacara Seren Taun (Jawa Barat), Upacara ini merupakan ungkapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas  hasil panen yang melimpah.
  • Upacara Wiwit (Jawa Tengah), yakni merupakan permohonan agar hasil panennya baik. 
  1. m.    Sikap Menghormati Budaya di Indonesia

Saling menghormati budaya perlu dikembangkan. Tujuannya agar kebudayaan bangsa Indonesia tetap lestari. Dengan demikian, keragaman suku bangsa dan budaya di Indonesia dapat menjadi pemersatu bangsa. Kebudayaan daerah perlu dikembangkan sehingga menjadi kebudayaan nasional. Pembinaan kebudayaan daerah dapat dilakukan melalui:

  1. pertukaran kesenian daerah;
  2. pembentukan organisasi esenian daerah;
  3. penyebarluasan seni budaya melalui berbagai media, seperti radio, TV, surat kabar, serta majalah;
  4. penyelenggaraan seminar mengenai seni budaya daerah;
  5. membentuk sanggar tari daerah;
  6. mengadakan festival budaya daerah.

 

 

 

 

Tugas 1.

  1. Cari sebanyak mungkin hal-hal yang berhubungan dengan suku-suku (bahasa, tarian, lagu daerah, alat musik, pakaian, rumah adat, senjata tradisional tradisi, dan kepercayaan) yang yang ada di Indonesia!

 

Tugas 2.

  1. Isi kolom di bawah ini dengan nama provinsi dan suku yang ada di provinsi tersebut!

 

No

Nama Provinsi

Nama Suku

1.

 

 

2.

 

 

3.

 

 

 

 

 

 

 

modul pkn kelas xi smk semester 2

BAB VII

SISTEM HUKUM DAN PERADILAN INTERNASIONAL

 

  1. Pengertian Hukum dan Peradilan Internasional.

Pengertian hukum internasional banyak sekali tokoh yang mengungkapkan,bahkan istilah tentang hukum internasional telah ada sejak jaman Romawi.berikut ini pengertian hukum internasional menurut:

  1. Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmaja SH. Menurut dia hukum internasional adalah keseluruhan kaidah kaidah dan asas asas yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas batas negara, misalnya negara dengan negara atau negara dengan subjek hukum lainnya.
  2. J.G. Starke beliau mendefinisikan hukum internasional adalah sekumpulan hukum ( body of law ) yang sebagian besar terdiri dari asas asas dan karena itu biasanya ditaati dala hubungan antar negara.
  3. Jenis Hukum Internasional

Di dalam hukum internaional mencakup beberapa macam antara lain yaitu:

  1. Hukum perdata internasional yaitu hukum yang mengatur hubungan hukum antara warga negara suatu negara dengan warga negara dari negara lain istilah ini sering dikenal dengan hukum antarbangsa.
  2. Hukum publik internasional yaitu hukum yang mengatur negara yang satu dengan negara yang lainnya dalam hubungan internasional,istilah ini serig dikenal dengan istilah hukum antar negara.

a)      Persamaan hukum perdata internasional dengan hukum publik internasional.
Persamaannya adalah bahwa kedua hukum ini sama sama mengatur hubungan hubungan antar persoalan persoalan yang melintasi batas batas negara.

b)      Perbedaan hukum perdata internasional dengan hukum publik internasional.
Perbedaannya adalah dalam hukum perdata internasional peroalan berkaitan dengan hukum perdata,sedangkan hukum publik internasional persoalan berkaitan dengan hukum publik.

  1. Sumber Hukum Internasional.
  2. Sumber hukum dalam arti material.

Sumber hukum dalam arti material ini membahas tentang dasar berlakunya hukum suatu negara.di dalam sumber hukum dalam arti material ini terdapat dua aliran pemikiran yang berbeda dua aliran tersebut yaitu, Aliran Naturalis yaitu aliran yang bersandar pada hak asasi atau hak hak alamiah,aliran ini berpendapat bahwa kekuatan mengikat dala hukum internasional didasarkan pada hukum alam yang berasal dari tuhan, oleh karena itu hukum internasional dianggap libih tinggi kedudukannya dari pada hukum nasional. Aliran Positivisme aliran ini maendasarkan bahwa berlakunya hukum internasional berasal dari persetujuan bersama dari negara negara ditabah dengan asas Pacta Sunt Servda.

  1. Sumber hukum dalam arti formal.

Sumber hukum internasional dala arti formal adalah sumber hukum yang paling utama dan memiliki otoritas tertinggi dan otentik yang dapat digunakan oleh Mahkamah Internsional dalam memutuskan suatu sengketa internasional, contoh sumber hukum dala arti formal, pejanjian internasional, kebiasaan kebiasaan internasional, asas asas uu hukum, yurisprudensi, dan pendapat pendapat para ahli hukum terkemuka.

  1. Asas asas dalam hukum internasional.

Pemberlakuan hukum internasional dala rangka menjalin hubungan antar bangsa harus memperhatikan asas asas berikut ini:

  1. Asas teritorial.

Asas ini mendasarkan diri pada kekuasaan suatu negara atas wilayahnya,negara melakanakan hukum bagi semua orang dan barang yang ada di wilayahnya. Jadi terhadap orag atau barang yang berada diluar wilayahnya maka berlaku hukum asing atau internasional.

  1. Asas kebangsaan.

Asas ini berdasarkan pada kekuasaan negara untuk warga negaranya. Menurut asas ini setiap warga negara dimanapun dia berada tetap mendapat perlakuan hukum dari negaranya, artinya bahwa hukum dari negara tersebut tetap berlaku bagi awrga negaranya meskipun berada di negara lain.

  1. Asas kepentingan umum.

Asas ini didasarkan pada wewenag negara utuk melindungi dan mengatur kepentingan dala kehidupan bermasyarakat, dalam hal ini negara dapat menyesuaikan diri dengan semua keadaan. Jadi hukum tidak terikat pada batas batas wilayah negara.

  1. Peranan Hukum Internasional.

Berkaitan dengan peran hukum internasional yang paling essensial adalah bahwa hukum internasional adalah suatu sarana dalam mewujudkan perdamaian internasional atau dunia. Karena hukum internasional dapat digunkan untuk meyelesaikan suatu sengketa antar negara tanpa harus terjadi suatu peperangan, Jadi tanpa hukum internasional maka perdamaian dunia tidak akan tercapai.

  1. Peranan Peradilan Internasional.

Peradilan internasional merupakan lembaga peradilan di tingkat internasional yang dibawah kendali dari mahkamah internasional. Peradilan internasional ini berperan mengadili dan menyelesaikan semua perselisihan yang terjadi antar negara dengan jalan damai yang selaras dengan asas asas keadilan dan hukum internasional.

  1. Subjek Hukum Internasional.
  2. Negara. Negara adalah subjek hukum internasional ini sejalan dengan lahirya hukum internasional itu sendiri yaitu hukum antar negara.
  3. Tahta Suci. Tahta suci ( Vatican ) merupakan peninggalan sejak jaman dahulu ketika paus bukan hanya kepala gereja Roma tetapi memiliki kekuasaan duniawi hal ini dibuktikan dengan adanya perwakilan diplomatik di berbagai negara.
  4. Palang Merah Internasional. Palang merah internasional ini merupakan organisasi internasional yang diperkuat dengan perjanjian iternsional oleh sebab itu organissi ini menjadi subjek hukum internasional.
  5. Organisasi Internasional. Organisasi internasional sudah pasti enjadi subjek hukum internasional karena pebentukan organisasi ini didasarkan pada suatu perjanjian, contoh PBB,WHO,IRC dll.
  6. Orang Perseorangan (Individu). Perseorangan dapat menjadi subjek hukum internasional karena seseorang tersebut dapat mengajukan atau diajukan kehadapan mahkamah internasional, contoh para penjahat perang.
  7. Pemberontak dan Pihak dalam Sengketa. Menurut hukum perang peberontak dapat memperoleh kedudukan hak sebagai pihak yang bersengketa dan pemberontak dapat menjadi subjek hukum internasional karena mereka juga memiliki hak yang sama untuk menentukan nasibnya sendiri, hak bebas memilih sistem ekonomi,politik,dan sosial, hak menguasai sumber kekayaan alam di wilayah yang mereka kuasai.
    1. Sistem Peradilan Internsional.

Sistem peradilan internasional adalah unsur-unsur atau komponen-komponen lembaga peradilan internasional yang saling berkaitan sehingga membentuk suatu kesatuan dalam rangka mencapai keadilan internasional. Komponen-komponen dalam lembaga peradilan internasional adalah:

1. Mahkamah Internasional (International Court of Justice)

Mahkamah Internasional merupakan badan peradilan dunia yang berkedudukan di Den Haag. Lembaga ini berperan untuk mencegah terjadinya pertikaian antarnegara. Mahkamah Internasional merupakan kelanjutan dari Mahkamah Tetap Peradilan Internasional yang dibentuk berdasarkan Pasal XIV Covenant Liga Bangsa-Bangsa. Pembentukan Mahkamah Internasional

Mahkamah Internasional merupakan bagian integral dari PBB. Maka dari itu, semua anggota PBB merupakan anggota Statuta Mahkamah Internasional.

a. Struktur hakim

Mahkamah Internasional terdiri dari 15 orang hakim. Mereka dipilih berdasarkan suara mayoritas mutlak dalam suatu pertemuan terpisah di Dewan Keamanan dan Majelis Umum PBB. Pemilihan hakim didasarkan pada Pasal 4 Statuta Mahkamah Interansional.

Statuta Mahkamah mensyaratkan bahwa pemilihan hakim tanpa memandang kebangsaan (nasionalitasnya). Namun, dalam pelaksanaan faktor kebangsaan sangat dominan karena pengangkatannya ditentukan oleh faktor geografi s. Dalam praktiknya hakim Mahkamah Internasional menganut pembagian sebagai berikut:

1)  5 orang dari negara-negara Barat,

2)  3 orang dari negara-negara Afrika,

3)  3 orang dari negara-negara Asia,

4)  2 orang dari negara-negara Eropa Timur,

5)  2 orang dari negara-negara Amerika Latin.

b. Yurisdiksi atau kewenangan

Mahkamah Internasional memiliki wewenang untuk mengadili semua sengketa yang diserahkan para pihak dalam semua persoalan yang ditetapkan oleh Piagam PBB, perjanjian internasional, atau konvensi internasional yang berlaku. Hal terebut sebagaimana diatur dalam Pasal 36 Ayat 1 Piagam PBB tentang Yurisdiksi Mahkamah Internasional.

Yurisdiksi Mahkamah Internasional lahir berdasarkan kesepakatan yang dituangkan dalam suatu perjanjian khusus (special agreement), di mana dalam klausulnya para pihak yang bersengketa sepakat untuk menyerahkan sengketanya ke Mahkamah Interansional. Menurut Pasal 34 Statuta Mahkamah Internasional, kewenangan mengadili dari Mahkamah Internasional hanya berlaku untuk negara saja. Ada 3 prinsip yang berlaku sehubungan dengan Pasal 34 Statuta Mahkamah Internasional ini, yaitu:

1) Semua negara anggota PBB ipso facto (dalam kenyataannya) adalah anggota/peserta dari Mahkamah Internasional.

2) Suatu negara yang bukan anggota PBB dapat menjadi peserta pada statuta Mahkamah apbila negara tersebut bersedia:

a) Menerima isi ketentuan Statuta Mahkamah Internsional.

b) Menerima dan melaksanakan putusan Mahkamah Internasional.

c) Bersedia memberikan sumbangan keuangan untuk menutup ongkos-ongkos yang telah dikeluarkan oleh Mahkamah Internasional.

3) Penyerahan suatu sengketa kepada Mahkamah Internasional didasarkan kesepakatan dari kedua belah pihak.

2. Mahkamah Kejahatan Internasional (International Criminal Court)

Perserikatan Bangsa-bangsa membentuk sebuah lembaga peradilan yang bernama Mahkamah Kejahatan Internasional. Pembentukan lembaga ini disahkan melalui Konferensi Internasional di Roma, Italia, pada bulan Juni 1998.

a. Struktur hakim

Mahkamah Kejahatan Internasional terdiri dari 18 orang hakim yang bertugas selama sembilan tahun tanpa dapat dipilih kembali. Para hakim dipilih berdasarkan dua per tiga suara Majelis Negara Pihak, yang terdiri atas negara-negara yang telah meratifi kasi Statuta Roma. Paling tidak separuh dari para hakim tersebut memiliki kompetensi di bidang hukum pidana dan acara pidana. Sementara paling tidak lima lainnya mempunyai kompetensi di bidang hukum internasional, misalnya saja hukum humaniter internasional, dan hukum HAM internasional.

Dalam memilih para hakim, negara pihak harus memperhitungkan perlunya representasi berdasarkan prinsip-prinsip sistem legal di dunia, keseimbangan geografi s, dan keseimbangan jender. Para hakim akan disebar dalam tiga bagian yaitu praperadilan, peradilan, dan peradilan banding.

Mayoritas absolut dari Majelis Negara Pihak akan menetapkan jaksa penuntut dan satu atau lebih wakil jaksa penuntut dengan masa kerja sembilan tahun, dan tidak dapat dipilih kembali. Orang-orang ini haruslah memiliki pengalaman praktik yang luas dalam penuntutan atau penyidangan kasus-kasus pidana. Jaksa akan bertindak atas penyerahan dari negara pihak atau Dewan Keamanan PBB, dan dapat juga berinisiatif melakukan penyelidikan atas kehendak sendiri (propio motu).

b. Yurisdiksi atau kewenangan hukum

Berbeda dengan Mahkamah Internasional, yurisdiksi (kewenangan hukum) Mahkamah Kejahatan Internasional ini adalah di bidang hukum pidana internasional. Lembaga ini mengadili individu pelanggar hak asasi manusia internasional yang berupa kejahatan perang, genosida (pemusnahan ras), kejahatan humaniter (kemanusiaan), dan kejahatan agresi.

  1. Penyebab Timbulnya Sengketa Internasional dan Cara Penyelesaian oleh Mahkamah Internasional

Dalam pelaksanaan hubungan internasional, dapat terjadi perselisihan atau konfl ik, dalam tingkat kecil sampai tingkat serius. Apabila sengketa internasional dibiarkan berlarut-larut, maka dapat mengancam perdamaian dunia. Sengketa internasional mencakup negara dengan negara, negara dengan individu, dan negara dengan subjek hukum lainnya.

1. Sebab-sebab Sengketa Internasional

Ada beberapa sebab terjadinya sengketa internasional, antara lain:

  1. Politik luar negeri yang terlalu luwes atau sebaliknya terlalu kaku

Politik luar negeri suatu bangsa menjadi salah satu penyebab kemungkinan timbulnya sengketa antarnegara. Sikap tersinggung atau salah paham merupakan pemicu utama terjadinya konflik.

  1. Unsur-unsur moralitas dan kesopanan antarbangsa

Dalam menjalin kerja sama atau berhubungan dengan bangsa lain, kesopanan antarbangsa penting untuk diperhatikan dalam etika pergaulan. Sebab jika kita menyalahi etika bisa saja timbul konfl ik atau ketegangan. Hal ini pernah terjadi saat Singapura mengundurkan diri dari perjanjian dengan Malaysia, meskipun hubungan baik telah lama mereka jalin.

c.   Masalah klaim batas negara atau wilayah kekuasaan

Negara-negara yang bertetangga secara geografi s berpeluang besar terjadi konfl ik atau sengketa memperebutkan batas negara. Hal ini dialami antara lain oleh Indonesia-Malaysia, India-Pakistan, dan Cina-Taiwan.

d.   Masalah hukum nasional (aspek yuridis) yang saling bertentangan

Hukum nasional setiap negara berbeda-beda bergantung pada kebutuhan dan kondisi masyarakatnya. Jika suatu negara saling bekerja sama tanpa mempertimbangkan hukum nasional negara lain, bukan tidak mungkin konfrontasi bisa terjadi. Hal ini terjadi saat Malaysia secara yuridis menentang cara-cara pengalihan daerah Sabah dan Serawak dari kedaulatan Kerajaan Inggris ke bawah kedaulatan Malaysia.

e.   Masalah ekonomi

Faktor ekonomi dalam praktek hubungan antara negara ternyata sering kali memicu terjadinya konfl ik internasional. Kebijakan ekonomi yang kaku dan memihak adalah penyebab terjadinya konfl ik. Hal ini dapat terlihat ketika Amerika Serikat mengembargo minyak bumi hasil dari Irak yang kemudian menjadikan konfl ik tegang antara Amerika Serikat dan Irak.

2.  Macam-Macam Sengketa Internasional

Dalam sengketa internasional, pertama-tama sengketa tersebut akan diselesaikan dengan cara damai. Kalau tidak berhasil, baru dipakai cara penyelesaian dengan kekerasan yang berupa perang atau tindakan bersenjata lain yang bukan perang. Penyelesaian damai dapat ditempuh melalui pengadilan atau di luar pengadilan. Berdasarkan pembedaan cara tersebut sengketa internasional dapat dibedakan menjadi:

 

a. Sengketa justisiabel

Sengketa justisiabel adalah sengketa yang dapat diajukan ke pengadilan atas dasar hukum internasional. Sengketa justisiabel sering disebut sebagai sengketa hukum, karena sengketa tersebut timbul dari hukum internasional dan diselesaikan dengan menerapkan hukum internasional.

b. Sengketa nonjustisiabel

Sengketa nonjustisiabel adalah sengketa yang bukan merupakan sasaran penyelesaian pengadilan. Sengketa nonjustisiabel sering dikenal sebagai sengketa politik karena hanya melibatkan masalah kebijaksanaan atau urusan lain di luar hukum, sehingga penyelesaian lebih banyak menggunakan pertimbangan politik. Penyelesaian politik ini ditempuh dengan jalan diplomasi melalui keahlian diplomasi dari para diplomatnya.

3. Penyelesaian Sengketa Internasional

Sengketa internasional diselesaikan melalui dua jalur, yaitu jalur damai dan jalur kekerasan. Kedua penyelesaian tersebut dipilih bergantung pada besar dan kecilnya sengketa yang terjadi. Jalur damai dapat dilakukan melalui jalur hukum dan diplomasi.

Berikut ini diuraikan lebih lanjut berbagai penyelesaian sengketa internasional yang tersedia.

a.  Penyelesaian sengketa melalui jalur hukum

Penyelesaian sengketa secara jalur hukum dilakukan melalui arbitrase dan pengadilan internasional.

1) Arbitrase

Arbitrase merupakan cara penyelesaian sengketa yang efektif dan adil. Para pihak yang ingin bersengketa dapat memanfaatkan badan arbitrase yang telah terlembaga, atau badan arbitrase ad hoc. Meskipun dianggap sebagai penyelesaian sengketa internaisonal melalu jalur hukum, keputusan yang dihasilkan oleh badan arbitrase tidak dapat sepenuhnya dijamin akan mengikat masing-masing pihak, meskipun sifat putusan arbitrase pada prinsipnya adalah fi nal dan mengikat.

Pengadilan arbitrase dilaksanakan oleh suatu “panel hakim” atau arbitrator yang dibentuk atas dasar persetujuan khusus para pihak, atau dengan perjanjian arbitrase yang telah ada. Persetujuan arbitrase tersebut dikenal dengan compromis (kompromi) yang memuat:

a) persetujuan para pihak untuk terikat pada keputusan arbitrase,

b) metode pemilihan panel arbitrase,

c) waktu dan tempat hearing dengar pendapat,

d) batas-batas fakta yang harus dipertimbangkan,

e) prinsip-prinsip hukum atau keadilan yang harus diterapkan untuk mencapai suatu kesepakatan.

2) Pengadilan internasional

Pengadilan internasional telah dikenal sejak Liga Bangsa-Bangsa. Pada masa itu disebut Permanent Court of International Justice. Setelah Liga Bangsa-Bangsa dibubarkan, tugas dari Permanent Court of International Justice dilaksanakan oleh International Court of Justice.

Lembaga baru ini merupakan bagian dari Perserikatan Bangsa-Bangsa. Beberapa pengadilan internasional dan pengadilan internasional regional untuk menyelesaikan berbagai macam sengketa internasional antara lain International Court of Justice, International Criminal Court, International Tribunal on the Law of the Sea,dan European Court for Human Rights.

b. Penyelesaian melalui jalur diplomasi

Penyelesaian sengketa melalui jalur diplomasi dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti negosiasi, mediasi, jasa baik, konsiliasi, maupun penyelidikan.

1) Negosiasi

Negosiasi menjadi cara yang pertama kali ditempuh oleh para pihak yang bersengketa. Negosiasi dilakukan tanpa campur tangan pihak ketiga. Penyelesaian sengketa ini dilakukan secara langsung oleh para pihak yang bersengketa melalui dialog tanpa ada keikutsertaan dari pihak ketiga. Dalam pelaksanaannya, negosiasi memiliki dua bentuk utama, yaitu bilateral dan multilateral. Negosiasi dapat dilangsungkan melalui saluran diplomatik pada konferensi internasional atau dalam suatu lembaga atau organisasi internasional.

Keuntungan dari pelaksanaan negosiasi antara lain:

a) para pihak memiliki kebebasan untuk menentukan penyelesaian sesuai dengan kesepakatan di antara mereka,

b) para pihak mengawasi dan memantau secara langsung prosedur penyelesaiannya,

c) dapat menghindari perhatian publik dan tekanan politik dalam negeri,

d) para pihak mencari penyelesaian yang bersifat menyeluruh sehingga dapat diterima dan memuaskan kedua belah pihak.

2) Mediasi

Mediasi dilakukan apabila negosiasi gagal menemui kata sepakat. Pada proses mediasi, pihak bersengketa melibatkan pihak ketiga. Pihak ketiga yang melaksanakan mediasi ini tentu saja harus bersifat netral dan independen sehingga dapat memberikan saran yang tidak memihak salah satu negara pihak sengketa. Intervensi yang dilakukan oleh pihak ketiga ini dapat dilakukan dalam beberapa bentuk,

seperti:

a) pihak ketiga memberikan saran kepada kedua belah pihak untuk melakukan negosiasi ulang,

b) pihak ketiga menyediakan jalur komunikasi tambahan. Dalam menjalankan tugasnya, pihak ketiga sebagai mediator tidak terikat pada suatu hukum acara tertentu dan tidak dibatasi pada hukum yang ada.

 

3) Good offi ces (jasa baik)

Jasa-jasa baik adalah cara penyelesaian sengketa melalui bantuan pihak ketiga. Pihak ketiga berupaya agar para pihak yang bersengketa menyelesaikan sengketanya dengan negosiasi. Pada pelaksanaan di lapangan, jasa baik dapat dibedakan dalam dua bentuk, yaitu teknis maupun politis.

a) Jasa teknis

Jasa baik teknis adalah jasa baik oleh negara atau organisasi internasional dengan cara mengundang para pihak yang bersengketa ikut serta dalam konferensi atau menyelenggarakan konferensi. Tujuan jasa teknis adalah mengembalikan atau memelihara hubungan atau kontak langsung di antara para pihak yang bersengketa setelah hubungan diplomatik mereka terputus.

b) Jasa politis

Jasa baik politis adalah jasa baik yang dilakukan oleh negara atau organisasi internasionalyang berupaya menciptakan suatu perdamaian atau menghentikan suatu peperangan yang diikuti dengan diadakannya negosiasi atau suatu kompetensi.

4) Konsiliasi

Pada prakteknya, proses penyelesaian sengketa melalui konsiliasi mempunyai kemiripan dengan mediasi. Pembedaan yang dapat diketahui dari kedua cara ini adalah konsiliasi memiliki hukum acara yang lebih formal jika dibandingkan dengan mediasi. Penyelesaian sengketa melalui cara konsiliasi menggunakan intervensi pihak ketiga. Pihak ketiga yang melakukan intervensi ini biasanya adalah negara, namun bisa juga sebuah komisi yang dibentuk oleh para pihak. Komisi konsiliasi yang dibentuk oleh para pihak dapat saja terlembaga atau bersifat ad hoc, yang kemudian memberikan persyaratan penyelesaian yang diterima oleh para pihak. Namun keputusan yang diberikan oleh komisi konsiliasi ini tidak mengikat para pihak.

5) Penyelidikan

Penyelesaian sengketa dengan penyelidikan telah dikenal sebagai salah satu cara untuk menyelesaikan sengketa internasional semenjak lahirnya The Hague Convention pada tahun 1899, yang kemudian diteruskan pada tahun 1907. Cara penyelidikan ditempuh untuk kasus yang terjadi karena ketidaksepahaman atas suatu fakta.

Untuk menyelesaikan sengketa tersebut, para pihak kemudian membentuk sebuah badan yang bertugas untuk menyelidiki fakta-fakta yang terjadi di lapangan. Fakta-fakta yang ditemukan ini kemudian dilaporakan kepada para pihak, sehingga para pihak dapat menyelesaikan sengketa diantara mereka.

c. Penyelesaian sengketa dengan kekerasan

Penyelesaian sengketa dengan kekerasan, ditempuh apabila cara damai sudah tidak bisa digunakan lagi. Penyelesaian sengketa dengan kekerasan dapat berupa perang, tindakan bersenjata bukan perang, retorsi, raprisal, blokade, embargo, dan intervensi

1) Perang

Perang adalah penyelesaian sengketa internasional dengan menggunakan kekerasan senjata dengan tujuan untuk mengalahkan pihak lawan sehingga pihak lawan tidak ada alternatif lain kecuali memenuhi syarat-syarat penyelesaian yang diajukan oleh pihak pemenang. Dengan berakhirnya perang, berarti sengketa antara pihak-pihak yang bersangkutan telah selesai.

2) Retorsi

Retorsi adalah tindakan tidak bersahabat yang dilakukan oleh suatu negara terhadap negara lain yang terlebih dahulu melakukan tindakan tidak bersahabat. Retorsi juga diartikan sebagai tindakan pembalasan yang dilakukan oleh suatu negara terhadap negara lain

3) Reprisal

Reprisal adalah upaya paksa untuk memperoleh jaminan ganti rugi, akan tetapi terbatas pada penahanan orang dan benda. Reprisal merupakan upaya paksa yang dilakukan oleh suatu negara terhadap negara lain

Syarat-sayarat reprisal antara lain:

a) sasarannya ditujukan kepada negara yang senantiasa melakukan pelanggaran,

b) negara sasaran dituntut terlebih dahulu untuk memenuhi ganti rugi,

c) tindakan reprisal harus proporsional dan tidak boleh berpihak.

4) Blokade

Blokade adalah mengepung wilayah untuk memutuskan hubungan wilayah itu. Ada dua macam blokade, yaitu blokade masa damai dan blockade masa perang. Pada blokade masa damai, negara yang memblokade tidak berhak menangkap kapal negara ketiga yang melanggar blokade. Sedangkan blokade masa perang, negara yang memblokade berhak memeriksa kapal negara netral atau negara ketiga yang melanggar blokade.

5) Embargo

Embargo merupakan suatu prosedur lain untuk memperoleh ganti rugi. Embargo dipergunakan sebagai salah satu bentuk sanksi terhadap negara yang senantiasa melanggar hukum internasional. Biasanya embargo dilakukan dengan melarang ekspor ke negara yang dikenai embargo.

4. Peranan Mahkamah Internasional dalam Menyelesaikan Sengketa Internasional

Dalam hubungan antarnegara, satu-satunya cara penyelesaian sengketa internasional melalui pengadilan adalah dengan mengajukan masalah sengketa ke Mahkamah Internasional. Namun dalam praktiknya, anggota masyarakat internasional jarang menempuh proses pengadilan. Hal tersebut dikarenakan beberapa sebab, antara lain:

a. proses di Mahkamah Internasional hanya ditempuh sebagai jalan terakhir, yakni apabila semua jalan lain mengalami kemacetan,

b. proses pengadilan di Mahkamah Internasional biasanya memakan waktu yang lama dan biaya yang cukup mahal,

c. proses pengadilan di Mahkamah Internasional hanya diperuntukkan bagi kasus sengketa internasional yang besar,

d. Mahkamah Internasional tidak memiliki juridiksi wajib.

Pengaturan mengenai seluk beluk Mahkamah Internasional tercantum dalam Statuta Mahkamah Internasional maupun dalam Piagam PBB. Berkaitan dengan hal tersebut, ditegaskan dalam statuta bahwa

Mahkamah Internasional mempunyai peranan sebagai berikut:

a.  Melaksanakan “Contentious Jurisdiction” yaitu jurisdiksi atas perkara biasa

Mahkamah Internasional mempunyai yurisdiksi “contentious” atas dasar persetujuan para pihak yang bersengketa, yang disampaikan dengan pemberitahuan tentang persetujuan khusus kedual belah pihak. Pengajuan perkara biasa ke Mahkamah Internasional bisa diajukan oleh kedua pihak atau salah satu pihak yang bersengketa saja.

Keputusan Mahkamah Internasional adalah fi nal tanpa banding dan hanya mengikat pihak-pihak yang berperkara saja. Keputusan diambil atas dasar suara mayoritas. Pihak yang berperkara di depan Mahkamah Internasional hanya negara. Akan tetapi semua macam perkara/sengketa dapat diajukan ke Mahkamah Internasional.

b. Memberikan “advisory opinion” yaitu pendapat mahkamah yang bersifat nasihat

Advisoy opinion adalah keputusan Mahkamah Internasional, yang berupa pendapat mahkamah mengenai masalah hukum suatu sengketa. Pendapat ini bersifat nasehat. Advisory opinion tidak mengikat meski bagi yang meminta. Namun biasanya mempunyai kuasa persuasif kuat.

Pihak-pihak yang dapat dimintakan advisory opinion, adalah:

1) sengketa antarnegara yang sedang ditangani badan/organ PBB,

2) sengketa yang terjadi dalam badan/organ PBB atau organisasi internasional lain.

Sedangkan advisory opinion biasanya diperoleh melalui pihak-pihak di bawah ini:

1) Majelis Umum PBB atau Dewan Keamanan PBB

2) Badan/organ PBB selain Majelis Umum dan Dewan Keamanan atau organisasi internasional, selain PBB dengan kuasa dari Majelis Umum PBB.

Secara umum dapat dikatakan bahwa para ahli hukum sudah mencapai kata sepakat tentang eksistensi Mahkamah Internasional dalam menyelesaikan sengketa Internasional. Lembaga ini menjadi tempat pengajuan perkara secara hukum. Meskipun nantinya keputusan Mahkamah Internasional hanya berlaku bagi pihak-pihak yang berperkara, tetapi kekuatan hukumnya sah menurut hukum internasional.

Berikut ini diuraikan beberapa contoh keputusan Mahkamah Internasional dalam menyelesaikan sengketa Internasional yang diajukan:

1) Keputusan Mahkamah Internasional tahun 1951 yang terkenal dengan nama Anglo-Norwegian Fisheries Case yang menyelesaikan konfl ik/sengketa perbatasan antara Norwegia dengan Inggris.

2) Advisory Opinion Mahkamah Internasional pada tahun 1949 dalam Injuries Case atau Reparation Case yang mengukuhkan posisi PBB sebagai subjek hukum internasional.

3) Keputusan Badan Peradilan Internasional dalam menyelesaikan kasus nasionalisasi milik Belanda di Indonesia yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia.

5. Prosedur Penyelesaian Sengketa Internasional melalui Mahkamah Internasional

Mahkamah Internasional merupakan Mahkamah pengadilan yang tertinggi di seluruh dunia. Semua anggota PBB adalah peserta Piagam Mahkamah Internasional, sedang negaranegara bukan anggoata PBB juga menjadi peserta piagam Mahkamah Internasional menurut ketentuan yang sudah di tetapkan oleh Majelis Umum PBB. Negara-negara yang menyetujui Mahkamah Internasional setiap waktu dapat menyatakan bahwa mereka tunduk kepada keputusan-keputusan Mahkamah Internasional.

Mahkamah Internasional dalam mengadili suatu perkara berpedoman pada perjanjianperjanjian internasional (berupa traktat atau kebiasaan internasional) sebagai sumber hukum. Keputusan Mahkamah Internasional merupakan keputusan terakhir walaupun dapat dimintakan banding. Di samping pengadilan di Mahkamah Internasional, Mahkamah Internasional mengusahakan prosedur arbitrase sebagai upaya perselisihan hukum melalui jalur pengadilan.

Berikut ini akan diuraikan prosedur penyelesaian sengketa internasional melalui Mahkamah Internasional yang dapat ditempuh melalui dua jalur, yaitu penyelesaian melalui arbitrase internasional dan pengadilan internasional.

a. Arbitrase internasional

Penyelesaian sengketa Internasional melalui arbitrase internasional adalah pengajuan sengketa internasional kepada arbitrator yang dipilih, yang memberi keputusan dengan tidak harus ketat memperhatikan pertimbangan-pertimbangan hukum.

Hal-hal yang penting dalam arbitrase ialah:

1) perlunya persetujuan para pihak dalam setiap tahap proses arbitrase,

2) sengketa diselesaikan atas dasar menghormati hukum.

Arbitrase memiliki prosedur khusus berupa konsensus atau persetujuan para pihak-pihak

yang bersengketa. Arbitrase merupakan sebuah kompromi yang memuat:

1) persetujuan para pihak untuk terikat pada keputusan arbitrase,

2) metode pemilihan panel arbitrase,

3) waktu dan tempat pendengaran pendapat,

4) batas fakta-fakta yang harus dipertimbangkan,

5) prinsip-prinsip hukum atau keadilan yang harus diterapkan untuk mencapai suatu keputusan.

Selanjutnya proses arbitrase dilakukan melalui prosedur khusus sebagai berikut:

1)      Pertama : masing-masing pihak sengketa menunjuk dua arbitrator, dan hanya satu yang boleh dari negara yang bersangkutan atau yang boleh dipilih di antara orangorang yang diajukan oleh negara yang bersangkutan.

2)      Kedua : kemudian para arbitrator ini memilih seorang wasit yang hanya akan bertindak sebagai ketua pengadilan.

3)      Ketiga : dari anggota yang hadir diambil suara mayoritas/terbanyak sebagai hasil keputusannya, dan jika keputusan berdasar mayoritas telah tercapai maka proses arbitrase dengan sendirinya telah selesai.

Berikut ini beberapa arbitrase internasional yang seringkali dipercaya masyarakat internasional sebagai prosedur penyelesaian sengketa internasional Mahkamah Internasional, antara lain:

1) Court of Arbitration of the International Chamber of Comerce (ICC) atau Pengadilan Arbitrase kamar Dagang Internasional yang didirikan di Paris tahun 1919.

2) International Centre for Settlement of Investmen Dispustes (ICSID) atau Pusat Penyelesaian Sengketa Penanaman Modal Internasional yang berkedudukan di Washington DC.

3) Regional Centre for Commercial Arbitration atau Pusat Arbitrase Dagang Regional di Kualalumpur yang didirikan tahun 1978 untuk wilayah Asia.

b. Pengadilan internasional

Tahun 1945 merupakan tahun berakhirnya Perang Dunia II. Puing dan bangkaibangkai di kota dan kamp-kamp konsentrasi di Eropa sudah dibersihkan. Dunia terhenyak dengan kekejaman yang terjadi selama masa perang. Perang telah menghilangkan rasa perikemanusiaan. Jumlah korban jiwa Perang Dunia II yaitu: Ju

mlah

No

Daerah

jumlah Korban

1.

Kamar gas di Duchau dan Aauschwitz

16 juta orang

2.

Front Rusia

12 juta orang

3.

Asia

24 juta orang

4.

Eropa

14 juta orang

Total

66 juta orang

 

Secara umum, prosedur penyelesaian sengketa internasional melalui pengadilan tidak jauh

berbeda seperti dalam pengadilan nasional masing-masing negara, yaitu:

1) Pertama, pihak-pihak yang bersengketa setelah mengalami jalan buntu dalam usaha damai, maka pihak-pihak yang bersengketa bisa mengajukan masalah ke Pengadilan Internasional dengan catatan atas persetujuan pihak lainnya.

2) Kedua, pihak-pihak yang berperkara bisa menunjuk negara lain sebagai pembela atau penasehat yang kemudian dipertemukan dengan pihak lain yang bersengketa.

3) Ketiga, putusan diambil dengan mempertimbangkan sumber-sumber hukum nasional yang digunakan yaitu berupa perjanjian-perjanjian internasional dan traktat-traktat yang relevan dengan masalah sengketa.

6. Mendukung Keputusan Mahkamah Internasional dalam Menyelesaikan Sengketa

Internasional       

Mahkamah Internasional merupakan lembaga internasional yang bertugas menyelesaikan perselisihan-perselisihan yang terjadi. Dalam menyelesaikan perselisihan, Mahkamah Internasional akan memeriksa sebab akibat terjadinya perselisihan secara cermat dan teliti. Kemudian, lembaga ini membuat pertimbangan-pertimbangan yuridis, hingga akhirnya memutuskan sebagai pemecahan sengketa atau perselisihan tersebut. Pemecahan perselisihan dapat berupa penentuan siapa yang bersalah, siapa yang harus memberikan reparasi, siapa yang memiliki hak tertentu, dan siapa yang memiliki kewajiban tertentu.

Dalam Mahkamah Internasional, kesepatakan negara-negara untuk menyerahkan persengketaan mereka di tangan Mahkamah Interansional ditindaklanjuti secara hukum dan mempunyai kaidah hukum yang sifatnya adalah:

a. Kaidah hukum yang bersifat memaksa atau imperatif

Kaidah hukum yang bersifat memaksa atau imperatif adalah kaidah hukum yang harus ditaati, artinya seseorang atau pihak-pihak yang bersengketa tidak boleh menaati keputusan yang telah dijatuhkan.

b. Kaidah hukum yang bersifat mengatur atau fakultatif

Kaidah hukum yang bersifat mengatur atau fakultatif adalah kaidah hukum yang tidak secara mutlak mengikat atau wajib ditaati, artinya tidak ada kewajiban bagi pihak-pihak yang bersengketa untuk tunduk dan patah ataupun melaksanakan keputusan yang telah dijatuhkan kepadanya.

Keputusan-keputusan yang diambil Mahkamah Internasional sebagai wujud penyelesaian sengketa yang terjadi biasanya bersifat mengikat. Untuk itu, semua pihak yang terlibat dalam perkara harus menghormati dan melaksanakan keputusan dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab. Sikap tersebut sebagai bentuk upaya mendukung keputusan Mahkamah Internasional dalam menyelesaikan sengketa internasional yang terjadi.

Untuk lebih jelasnya berikut ini digambarkan beberapa sikap yang menunjukkan mendukung terhadap keputusan Mahkamah Interansional, yaitu:

a. beritikad baik dengan penuh tanggung jawab menerima keputusan yang diambil,

b. melaksanakan dengan penuh tanggung jawab baik secara moral atau pun kepada Tuhan,

c. apabila tidak setuju, maka berusaha mencari penyelesaian damai lainnya seperti naik banding,

d. bagi para saksi wajib menghormati dan menghargai keputusan yang telah diambil.

e. mengupayakan sanksi yang adil bagi siapa saja yang melanggar keputusan yang telah dijatuhkan.

Berbagai sikap di atas menunjukkan bahwa keputusan Mahkamah Internasional mempunyai kekuatan yurisdiksi yang mengikat. Setiap keputusan diambil berdasarkan fakta-fakta hukum yang berlaku dan diakui secara internasional. Keputusan Mahkamah Internasional merupakan keputusan akhir dalam menyelesaikan perselisihan internasional. Semua pihak yang terlibat dalam keputusan Mahkamah Internasional harus mendukung dan merespon dengan baik keputusan yang telah ditetapkan

BAB 4 HUBUNGAN ANTARA DASAR NEGARA DENGAN KONSTITUSI

BAB 4

HUBUNGAN ANTARA DASAR NEGARA DENGAN KONSTITUSI

 

A. Hubungan Dasar Negara dengan Konstitusi

1. Dasar negara

a. Pengertian dasar negara

Dasar negara ialah suatu norma tertinggi yang merupakan sumber bagi pembentukan tata hukum dan peraturan perundangan di suatu negara. Istilah dasar negara mempunyai persamaan arti dengan istilah-istilah yang ada di Negara-negara lain, seperti philosophische grondslag (Belanda), ideology (Inggris), dan weltanschauung (Jerman). Ketiga istilah tersebut mendefinisikan bahwa dasar negara adalah suatu ajaran yang didapatkan dari hasil pemikiran yang mendalam mengenai kehidupan dunia, termasuk di dalamnya kehidupan bernegara, yang dijadikan sebagai acuan dasar untuk mengatur, memelihara, dan mengembangkan kehidupan bersama di dalam suatu negara.

Di Indonesia, istilah-istilah dasar negara diterjemahkan sebagai ideologi. Adapun menurut Ensiklopedia Indonesia, kata dasar memiliki arti “asal yang pertama”. Jika dikaitkan dengan kata negara, maka menjadi dasar negara yang bermakna suatu ajaran/pedoman untuk mengatur kehidupan dalam konteks penyelenggaraan ketatanegaraan suatu negara yang mencakup berbagai aspek kehidupan. Jadi, dapat disimpulkan bahwa makna suatu dasar negara ialah sama dengan ideologi negara dan sama dengan dasar filsafat kenegaraan atau pandangan dasar kenegaraan.

b. Fungsi dasar negara

Setiap negara atau setiap bangsa di dunia ini menginginkan suatu keadaan yang ideal atau seimbang bagi setiap aspek (bidang) kehidupan. Untuk itu, dasar negara atau ideologi negara memiliki fungsi sebagai berikut.

1) Dasar untuk berdirinya kedaulatan negara. Setiap negara yang akan berdiri dan berdaulat harus memenuhi persyaratan konstitutif dan persyaratan deklaratif. Salah satu pernyataan yang paling mendasar yang akan dijadikan pedoman dalam penyelenggaraan kehidupan bernegara adalah dasar negara.

2) Dasar kegiatan dalam penyelenggaraan negara. Para penyelenggara negara di dalam mewujudkan segala cita-cita dan tujuan nasional harus berdasarkan pada dasar negara, yaitu di dalam melaksanakan segala kegiatan ketatanegaraan.

3) Dasar dan sumber hukum nasional. Kedudukan dasar negara dalam suatu negara sangat penting karena merupakan suatu norma dasar bagi negara yang besangkutan, selain menjadi sumber bagi perundangan negara serta norma tertinggi dalam suatu negara sehingga semua kegiatan negara harus berdasarkan pada hukum yang berlaku.

4) Dasar bagi hubungan antarwarga negara. Semua aktivitas warga negara harus didasarkan pada dasar negara. Dengan demikian, kebebasan individu tidak merusak semangat kerja sama antara warga begitu pula sebaliknya, kerja sama antarwarga tidak boleh merusak kebebasan individu.

d. Dasar negara Republik Indonesia

Bagi bangsa Indonesia, dasar negara yang sesuai dengan nilai- nilai budaya, sosial, dan nasionalisme bangsa dalam mewujudkan cita-cita dan tujuan negara adalah Pancasila. Pancasila bukanlah suatu dasar negara (ideologi) yang diambil dari luar Indonesia, akan tetapi digali dari nilai-nilai kehidupan bangsa Indonesia sendiri. Adapun nilai-nilai atau asas yang terkandung di dalam Pancasila adalah

1) asas gotong royong, artinya bekerja bersama-sama untuk kepentingan bersama dan hasilnya dinikmati bersama;

2) asas kekeluargaan, berarti adanya penghargaan dan penghormatan terhadap hak dan kewajiban anggota masyarakat;

3) asas musyawarah dalam menentukan keputusan yang menyangkut orang banyak atau rakyat;

4) asas keseimbangan dan keselarasan, berarti adanya keseimbangan antara kehidupan jasmani dan rohani, keseimbangan antara kehidupan pribadi dengan masyarakat, serta keseimbangan antara kehidupan pribadi dengan alam sekitarnya;

5) asas Bhinneka Tunggal Ika, yaitu adanya toleransi kehidupan antara suku-suku bangsa yang berbeda dan antarumat beragama;

6) asas kebersamaan hidup, artinya seseorang tidak dapat hidup seorang diri, melainkan harus hidup dengan orang lain secara bersama-sama dengan menjunjung tinggi asas kekeluargaan dan gotong royong.

Peran Pancasila sebagai dasar negara, antara lain, sebagai berikut.

1) Mempersatukan bangsa Indonesia yang memiliki keanekaragaman suku bangsa dan memelihara kerukunan antarumat beragama.

2) Mengarahkan dan membimbing kepada cita-cita dan tujuan bangsa.

3) Memberikan motivasi dan mengembangkan serta memelihara identitas diri bangsa Indonesia.

4) Memberikan pandangan terhadap kenyataan yang ada terhadap perwujudan cita-cita yang terkandung dalam Pancasila.

2. Konstitusi Negara

a. Pengertian konstitusi

Konstitusi secara literal berasal dari istilah dalam bahasa Prancis, yaitu constituer yang berarti “membentuk”. Penggunaan istilah konstitusi secara ketatanegaraan memiliki arti pembentukan suatu negara atau menyusun dan menyatakan suatu negara. Dalam bahasa Belanda, istilah konstitusi dikenal dengan sebutan gronwet yang berarti undang – undang dasar. Pengertian konstitusi dalam praktik tidak dapat dirumuskan secara pasti karena setiap ahli merumuskan dengan cara pandangnya masing-masing.

Ada yang menyamakan istilah konstitusi dengan undang-undang dasar, tetapi juga ada yang membedakan antara konstitusi dengan undang-undang dasar. Berikut beberapa pengertian konstitusi.

1) K.C. Wheare. Konstitusi adalah keseluruhan sistem ketatanegaran suatu negara yang berupa suatu kumpulan peraturan yang membentuk, mengatur dalam pemerintahan negara (dalam Bagir Manan: 2001).

2) Sri Soemantri. Konstitusi adalah suatu naskah yang memuat suatu bangunan negara dan sendi-sendi sistem pemerintahan negara (dalam Kaelan: 2002).

Dari beberapa pendapat para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa ada dua pengertian konstitusi, yaitu

1) dalam arti luas, merupakan suatu keseluruhan aturan dan ketentuan dasar (hukum dasar yang meliputi hukum dasar tertulis dan hukum dasar tidak tertulis yang mengatur mengenai suatu pemerintahan yang diselenggarakan di dalam suatu negara;

2) dalam arti sempit, merupakan undang-undang dasar, yaitu suatu dokumen yang berisi aturan-aturan dan ketentuan-ketentuan yang bersifat pokok dari ketatanegaran suatu negara.

b. Kedudukan konstitusi

Kedudukan konstitusi dalam kehidupan ketatanegaraan pada suatu negara sangat penting karena menjadi ukuran kehidupan dalam bernegara dan berbangsa untuk mengetahui aturan-aturan pokok yang ditujukan baik kepada penyelenggara negara maupun masyarakat dalam ketatanegaraan. Kedudukan tersebut adalah sebagai berikut.

1) Sebagai hukum dasar Dalam hal ini, konstitusi memuat aturanaturan pokok mengenai penyelengara negara, yaitu badan-badan/lembaga-lembaga pemerintahan dan memberikan kekuasaan serta prosedur penggunaan kekuasaan tersebut kepada badan-badan pemerintahan.

2) Sebagai hukum tertinggi Dalam hal ini, konstitusi memiliki kedudukan yang lebih tinggi terhadap peraturan-peraturan yang lain dalam tata hukum pada suatu negara.  Dengan demikian, aturan-aturan di bawah konstitusi tidak bertentangan dan harus sesuai dengan aturan-aturan yang terdapat pada konstitusi.

c. Macam-macam, unsur-unsur, dan sifat konstitusi

Konstitusi dapat dibedakan dalam dua macam.

1) Konstitusi tertulis, yaitu suatu naskah yang menjabarkan (menjelaskan) kerangka dan tugas-tugas pokok dari badan-badan pemerintahan serta menentukan cara kerja dari badan-badan pemerintahan tersebut. Konstitusi tertulis ini dikenal dengan sebutan undang-undang dasar.

2) Konstitusi tidak tertulis, merupakan suatu aturan yang tidak tertulis yang ada dan dipelihara dalam praktik penyelenggaraan negara di suatu negara. Konstitusi tidak tertulis ini dikenal dengan sebutan konvensi.

Unsur-unsur yang harus dimuat di dalam konstitusi menurut pendapat Lohman (dalam Farida Indrati Suprapto) adalah

1) konstitusi sebagai perwujudan kontak sosial, yaitu merupakan perjanjian dari kesepakatan antara warga negara dengan pemerintah;

2) konstitusi sebagai penjamin hak asasi manusia, yaitu merupakan penentu hak dan kewajiban warga negara dan badan-badan pemerintah;

3) konstitusi sebagai forma regiments, yaitu merupakan kerangka pembangunan pemerintah.

Menurut pendapat dari C.F. Strong (dalam Miriam Budiardjo: 1985), suatu konstitusi dapat bersifat kaku atau bisa juga supel tergantung pada apakah prosedur untuk mengubah konstitusi itu sudah sama dengan prosedur membuat undang-undang di negara yang bersangkutan atau belum. Dengan demikian, sifat dari konstitusi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu

1) konstitusi yang bersifat kaku (rigid), hanya dapat diubah melalui prosedur yang berbeda dengan prosedur membuat undang-undang pada negara yang bersangkutan;

2) konstitusi yang bersifat supel (flexible), sifat supel disini diartikan bahwa konstitusi dapat diubah melalui prosedur yang sama dengan prosedur membuat undang-undang pada negara yang bersangkutan.

d. Tujuan konstitusi

Pada umumnya, konstitusi mempunyai tujuan untuk membatasi kekuasaan penyelenggara negara agar tidak dapat berbuat sewenang-wenang serta dapat menjamin hak-hak warga negara. Tujuan konstitusi ini merupakan suatu gagasan yang dinamakan dengan konstitusionalisme. Maksud dari konstitusionalisme adalah suatu gagasan yang memandang pemerintah (penyelenggara pemerintahan) sebagai suatu kumpulan kegiatan yang diselenggarakan oleh dan atas nama rakyat. Negara-negara Asia dan Afrika pada dasarnya menerima konstitusionalisme, seperti Filipina dan Indonesia yang memiliki UUD sebagai suatu dokumen yang bermakna khas dan juga merupakan salah satu atribut yang melambangkan kemerdekaannya. Adapun negara-negara yang menganut ajaran (paham) komunisme pada umumnya menolak konstitusionalisme disebabkan negara berfungsi ganda, yaitu: 1) mencerminkan kemenangan-kemenangan yang sudah dicapai dalam perjuangan ke arah tercapainya masyarakat komunis serta merupakan pencatatan formal, dan2) UUD memberikan kerangka dan dasar hukum untuk mengupayakan terwujudnya masyarakat yang dicita-citakan (masyarakat tanpa kelas).

e. Isi konstitusi

Konstitusi suatu negara pada umumnya memuat atau berisi tentang halhal berikut.

1) Gagasan politik, moral, dan keagamaan, serta perjuangan bangsa. Contohnya, pernyataan Konstitusi Jepang 1947 dan Pembukaan UUD Republik Indonesia 1945.

2) Ketentuan organisasi negara, memuat ketentuan-ketentuan mengenai pembagian kekuasaan antara badan legislatif, eksekutif, dan yudikatif, maupun dengan badan-badan negara yang lain.

3) Ketentuan hak-hak asasi manusia, memuat aturan-aturan yang menjamin dan melindungi hak-hak asasi manusia bagi warga negara pada negara yang bersangkutan.

4) Ketentuan prosedur mengubah undang-undang dasar, memuat aturanaturan mengenai prosedur dan syarat dalam mengubah konstitusi pada negara yang bersangkutan.

5) Ada kalanya konstitusi memuat larangan mengenai mengubah sifat-sifat tertentu dari undang-undang dasar. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari terulangnya hal-hal yang telah diatasi dan tidak dikehendaki lagi, seperti timbulnya seorang diktator. Sebagai contoh, UUD Negara Jerman melarang untuk mengubah sifat federalisme yang sudah ditetapkan dalam UUD sebab bila menjadi negara kesatuan, dikuatirkan akan muncul seorang Hitler yang baru.

3. Hubungan dasar negara dengan konstitusi

Dasar negara Republik Indonesia adalah Pancasila yang merupakan norma tertinggi. Sebagai dasar negara, Pancasila dapat disebut norma dasar, norma pertama, norma fundamental negara, atau pokok kaidah negara yang fundamental dan cita hukum yang menjadi sumber pembentukan konstitusi. Konstitusi yang merupakan norma hukum di bawah dasar negara bersumber dan berdasar pada dasar negara ini, meliputi hukum dasar tertulis, yaitu undangundang dasar, serta hukum dasar tidak tertulis, yaitu konvensi. Penjelasan atau penjabaran (perwujudan) dasar negara ke dalam aturan hukum yang pertamatama dilakukan melalui konstitusi. Hubungan dasar negara Pancasila dengan konstitusi UUD 1945 dapat dilihat pada Pembukaan UUD 1945 dan Batang Tubuh UUD 1945. Pembukaan UUD 1945 yang menunjukkan suasana kebatinan negara memuat asas kerohanian negara, asas politik negara, asas tujuan negara, dan dasar hukum pada undangundang dengan pokok-pokok pikiran sebagai berikut.

a. Pokok pikiran persatuan yang merupakan perwujudan dari sila ketiga Pancasila, yaitu Persatuan Indonesia, memiliki pengertian bahwa negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.

b. Pokok pikiran keadilan sosial yang merupakan perwujudan dari sila kelima Pancasila, yaitu Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia, memiliki pengertian bahwa negara bertujuan untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat dalam rangka mewujudkan negara yang merdeka, berdaulat, adil, dan makmur dengan memajukan kesejahteraan umum.

c. Pokok pikiran kedaulatan rakyat yang merupakan perwujuan dari sila keempat Pancasila, yaitu Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, memiliki pengertian negara berkedaulatan rakyat berdasarkan atas kerakyatan dan permusyawaratan/ perwakilan. Oleh karena itu, negara memiliki sistem pemerintahan demokrasi Pancasila.

d. Pokok pikiran Ketuhanan Yang Maha Esa atas dasar kemanusiaan yang adil dan beradab yang merupakan perwujudan dari sila pertama Pancasila, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, serta sila kedua Pancasila, yaitu Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, mengandung pengertian negara menjunjung tinggi semua agama dan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta mewajibkan pemerintah dan penyelenggara negara untuk memilihara budi pekerti yang luhur dan teguh dalam memegang cita-cita moral rakyat yang luhur.

Pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 yang merupakan perwujudan dari sila-sila dalam Pancasila selanjutnya dijabarkan atau dijelaskan dalam Batang Tubuh UUD 1945 melalui pasal-pasalnya.

a. Sila pertama: Ketuhanan Yang Maha Esa yang merupakan pokok pikiran yang keempat, dijabarkan dalam Pasal 29 ayat (1) dan (2), serta amendemen kedua UUD 1945 Pasal 28E ayat (1) dan Pasal 28I ayat (1).

b. Sila kedua: Kemanusiaan yang adil dan beradab yang merupakan pokok pikiran yang keempat, dijabarkan dalam Pasal 27 ayat (1) dan (2), Pasal 28, Pasal 29, Pasal 30, Pasal 31, Pasal 32, Pasal 33, dan Pasal 34.

c. Sila ketiga: Persatuan Indonesia yang merupakan pokok pikiran yang pertama, dijabarkan dalam Pasal 1 ayat (1); Pasal 18, 18A, dan 18B; Pasal 35b; Pasal 36A, 36B, 36C, dan 36D.

d. Sila keempat: Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan yang merupakan pokok pikiran yang ketiga, dijabarkan dalam Pasal 2 sampai dengan Pasal 25.

e. Sila kelima: Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia yang merupakan pokok pikiran kedua, dijabarkan dalam Pasal 33 dan 34.

B. Substansi Konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia

Konstitusi adalah sebuah peraturan dasar negara yang memuat ketentuanketentuan pokok dan menjadi salah satu sumber bagi perundang-undangan yang lainnya. Indonesia mengenal dua jenis konstitusi, yaitu konstitusi tertulis berupa Undang-Undang Dasar 1945 dan konstitusi tidak tertulis, seperti hukum adat, pengambilan keputusan berdasarkan musyawarah untuk mufakat, dan pidato kenegaraan Presiden RI setiap tanggal 16 Agustus di dalam sidang DPR.

1. Pengertian Undang-Undang Dasar 1945 UUD 1945 adalah keseluruhan naskah yang terdiri dari:

a. Pembukaan UUD 1945 yang terdiri dari empat alinea;

b. Batang Tubuh UUD 1945 yang memuat aturan/ketentuan pokok yang terdiri dari 16 bab, 73 pasal, 3 pasal aturan peralihan, dan 2 pasal aturan tambahan;

c. Penjelasan UUD 1945 yang terdiri dari penjelasan umum dan penjelasan pasal demi pasal.

2. Kedudukan dan fungsi Undang-Undang Dasar 1945

a. UUD 1945 memiliki kekuatan yang mengikat terhadap pemerintah, lembagalembaga/ badan-badan, lembaga lembaga kemasyarakatan, warga negara Indonesia, dan penduduk.

b. UUD 1945 memuat aturan-aturan dasar (memuat hukum dasar).

c. UUD 1945 merupakan hukum tertinggi sebagaimana ditetapkan dalam UU Nomor 10 Tahun 2004 yang menyatakan urutan perundang-undangan di Indonesia terdiri dari:

1) UUD 1945;

2) UU/Perpu;

3) peraturan pemerintah;

4) peraturan presiden;

5) peraturan daerah.

d. UUD 1945 merupakan sumber hukum, semua peraturan perundangan yang tingkatannya lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan UUD 1945.

3. Isi Undang-Undang Dasar 1945 sebelum Amandemen

Secara garis besar, isi dari UUD 1945 adalah sebagai berikut.

a. Pembukaan UUD 1945, terdiri dari empat alinea yang memuat tujuan dan cita-cita bangsa Indonesia.

b. Batang Tubuh UUD 1945, terdiri dari 16 bab, 37 pasal, 4 pasal aturan peralihan, dan 2 ayat aturan tambahan.

1) Bab I Pasal 1 mengenai bentuk dan kedaulatan.

2) Bab II Pasal 2–3 mengenai Majelis Permusyawaratan Rakyat.

3) Bab III Pasal 4–15 mengenai kekuasaan pemerintahan negara.

4) Bab IV Pasal 16 mengenai Dewan Pertimbangan Agung.

5) Bab V Pasal 17 mengenai kementerian negara.

6) Bab VI Pasal 18 mengenai pemerintah daerah.

7) Bab VII Pasal 19–22 mengenai Dewan Perwakilan Rakyat.

8) Bab VIII Pasal 23 mengenai keuangan.

9) Bab IX Pasal 24–25 mengenai kekuasaan kehakiman.

10) Bab X Pasal 26–28 mengenai warga negara.

11) Bab XI Pasal 29 mengenai agama.

12) Bab XII Pasal 30 mengenai pertahanan negara.

13) Bab XIII Pasal 31–32 mengenai pendidikan.

14) Bab XIV pasal 33–34 mengenai kesejahteraan sosial.

15) Bab XV Pasal 35–36 mengenai bendera dan bahasa.

16) Bab XVI Pasal 37 mengenai perubahan undang-undang dasar.

4. Amendemen Undang-Undang Dasar 1945

Amendemen adalah suatu perubahan dengan tujuan untuk memperkuat kedudukan dan fungsi UUD (UUD 1945) dengan mengakomodasi berbagai aspirasi politik yang berkembang agar tercapai tujuan negara. Hal ini sesuai dengan rumusan dalam UUD 1945. Wewenang untuk melakukan perubahan terhadap UUD 1945 terletak pada MPR seperti termuat pada Pasal 37 UUD 1945. Dalam era reformasi sekarang ini, banyak sekali tuntutan yang didesakkan oleh berbagai komponen bangsa, termasuk di dalamnya tuntutan mengenai perubahan UUD 1945. Sampai saat ini, UUD 1945 telah mengalami amendemen sebanyak empat kali, yaitu

a. Sidang Umum MPR tahun 1999 merupakan amendemen I dan disahkan pada tanggal 19 Oktober 1999;

b. Sidang Umum MPR tahun 2000 merupakan amendemen II dan disahkan pada tanggal 18 Agutus 2000;

c. Sidang Umum MPR tahun 2001 merupakan amendemen III dan disahkan pada tanggal 10 November 2001;

d. Sidang Umum MPR tahun 2002 merupakan amendemen IV dan disahkan pada tanggal 10 Agustus 2002.

Alasan diadakannya amendemen terhadap UUD 1945 adalah sebagai berikut.

a. UUD 1945 membentuk struktur ketatanegaraan yang bertumpu pada MPR sebagai pemegang kekuasaan tertinggi yang melaksanakan kedaulatan rakyat sehingga berakibat tidak terdapat check and balance antarlembaga negara.

b. UUD 1945 memberikan kekuasan yang sangat besar kepada presiden.

c. UUD 1945 memiliki pasal-pasal yang dapat menimbulkan multitafsir.

d. Kehendak UUD 1945 dalam hal kesejahteraan sosial tidak tercapai dan justru berakibat munculnya monopoli, oligopoli, serta monopsoni.

Dengan alasan-alasan tersebut, amendemen UUD 1945 dimaksudkan untuk memperbaiki hal-hal, antara lain,

a. memperkuat dan menegaskan kembali peran kekuasaan pada badan legislatif;

b. pembatasan terhadap kekuasaan badan eksekutif, dalam hal ini presiden;

c. adanya pembaruan pada badan-badan negara;

d. menegaskan kembali hak dan kewajiban warga negara dan negara serta hak asasi manusia bagi bangsa Indonesia;

e. menegaskan adanya otonomi daerah.

Adapun sistematika UUD 1945 setelah diamandemen yang keempat kalinya adalah sebagai berikut.

a. Pembukaan UUD 1945, terdiri dari empat alinea yang memuat tujuan dan cita-cita bangsa Indonesia.

b. Batang Tubuh UUD 1945, terdiri dari 16 bab, 37 pasal, 4 pasal aturan peralihan, dan 2 ayat aturan tambahan.

1) Bab I Pasal 1 mengenai bentuk dan kedaulatan.

2) Bab II Pasal 2–4 mengenai Majelis Permusyawaratan Rakyat.

3) Bab III Pasal 4–16 mengenai kekuasaan pemerintahan negara.

4) Bab V Pasal 17 mengenai kementrian negara.

5) Bab VI Pasal 18–18B mengenai pemerintah daerah.

6) Bab VII Pasal 19–22B mengenai Dewan Perwakilan Rakyat.

7) Bab VIIA Pasal 22C–22D mengenai Dewan Perwakilan Daerah.

8) Bab VIIB Pasal 22E mengenai Pemilu.

9) Bab VII Pasal 23–23D mengenai keuangan.

10) Bab VIIIA Pasal 23E– 3G mengenai Badan Pemeriksaan Keuangan.

11) Bab IX Pasal 24–25 mengenai kekuasaan kehakiman.

12) Bab IXA pasal 25A mengenai wilayah negara.

13) Bab X Pasal 26–28 mengenai warga negara dan penduduk.

14) Bab XA Pasal 28A–28J mengenai hak asasi manusia.

15) Bab XI Pasal 29 mengenai agama.

16) Bab XII Pasal 30 mengenai pertahanan dan keamanan.

17) Bab XIII Pasal 31–32 mengenai pendidikan dan kebudayaan.

18) Bab XIV pasal 33–34 mengenai perekonomian nasional dan kesejahteraan sosial.

19) Bab XV Pasal 35–36C mengenai bendera, bahasa, lambang negara, dan lagu kebangsaan.

20) Bab XVI Pasal 37 mengenai perubahan undang-undang dasar. Ritis

C. Menganalisis Kedudukan Pembukaan UUD 1945 Negara Kesatuan Republik Indonesia

1. Isi Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945

Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 menempati posisi yang sangat fundamental dalam UUD 1945. Mengapa demikian? Karena Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 memuat tujuan dan cita-cita bangsa Indonesia. Untuk lebih memahami isi Pembukaan UUD 1945, berikut teks Pembukaan UUD 1945.

UNDANG-UNDANG DASAR 1945

PEMBUKAAN

Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.

Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.

Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaannya. Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada: Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

2. Makna yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945

Setiap alinea dalam Pembukaan UUD 1945 memiliki pengertian yang berbedabeda, yang pada prinsipnya merupakan cita-cita dan tujuan dari terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Berikut pembahasan mengenai makna yang terkandung di setiap alinea Pembukaan UUD 1945.

a. Alinea pertama

Pengertian yang terkandung, yaitu

1) adanya pengakuan bahwa bangsa Indonesia menjunjung tinggi hak kodrat dari setiap bangsa untuk merdeka,

2) adanya pernyataan bahwa bangsa Indonesia tidak menyetujui adanya penjajahan di atas dunia karena hal ini tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan,

3) adanya suatu keinginan bangsa Indonesia untuk melepaskan diri dari penjajahan, dan

4) adanya pernyataan bahwa bangsa Indonesia siap membantu bangsabangsa lain untuk merdeka.

b. Alinea kedua

Pengertian yang terkandung dalam alinea kedua Pembukaan UUD 1945 ini adalah

1) bahwa perjuangan bangsa Indonesia telah sampai pada saat yang tepat, yaitu kemerdekaan;

2) bahwa bangsa Indonesia menghargai dan menghormati para pahlawan bangsa yang telah mengantarkannya ke depan pintu gerbang kemerdekaan;

3) bahwa kemerdekaan bukan merupakan akhir perjuangan bangsa Indonesia, melainkan hanya suatu jembatan untuk menuju terwujudnya cita-cita bangsa, yaitu suatu keadaan masyarakat yang adil dan makmur.

c. Alinea ketiga

Alinea ini mengandung pengertian sebagai berikut.

1) Adanya pengakuan religius bahwa kemerdekaan yang diperoleh merupakan berkat dan rahmat Allah yang Maha Kuasa.

2) Bahwa kemerdekaan bangsa Indonesia dimotivasi oleh keinginan yang luhur untuk menjadi suatu bangsa yang bebas dari penjajahan.

3) Adanya pernyataan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.

d. Alinea keempat

Alinea ini mengandung pengertian:

1) adanya keinginan untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia;

2) adanya keinginan untuk memajukan kesejahteraan umum;

3) adanya keinginan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa;

4) ikut serta melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan dan perdamaian abadi;

5) dasar negara, yaitu Pancasila.

3. Pokok pikiran Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945

Pokok-pokok pikiran dalam Pembukaan UUD 1945 meliputi suasana kebatinan dari UUD Negara Indonesia. Pokok-pokok pikiran ini mewujudkan cita-cita hukum (rechtsidee) yang menguasai hukum dasar negara, baik hukum tertulis (undang-undang) maupun hukum yang tidak tertulis. Pokok-pokok pikiran dalam Pembukaan UUD 1945 adalah sebagai berikut.

a. Pokok pikiran I

“Negara”, begitu bunyinya, yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dengan berdasarkan atas persatuan dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Kalimat tersebut mengandung pengertian negara persatuan, negara yang melindungi dan meliputi segenap bangsa seluruhnya. Jadi, negara mengatasi segala paham golongan, mengatasi segala paham perseorangan. Negara, menurut pengertian Pembukaan UUD 1945 itu, menghendaki persatuan meliputi segenap bangsa Indonesia seluruhnya. Inilah suatu dasar negara yang tidak boleh dilupakan.

b. Pokok pikiran II

Negara hendak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat. Dalam pokok pikiran kedua ini, negara hendak mewujudkan negara yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur. Negara memiliki kewajiban kepada seluruh rakyat Indonesia untuk mewujudkan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan menciptakan keadilan sosial dalam kehidupan masyarakat.

c. Pokok pikiran III

Pokok yang ketiga yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 ialah negara yang berkedaulatan rakyat berdasarkan atas kerakyatan dan pemusyawaratan/perwakilan. Artinya, sistem negara yang terbentuk dalam undang-undang dasar harus berdasar atas kedaulatan rakyat dan berdasar atas pemusyawaratan/perwakilan.

d. Pokok pikiran IV

Pokok pikiran keempat yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 ialah negara yang berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab. Artinya, undang-undang dasar itu harus mengandung isi yang mewajibkan budi pekerti kemanusiaan yang luhur dan memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur. Pokok-pokok pikiran dalam Pembukaan UUD 1945 ini selanjutnya dijabarkan dalam pasal-pasal yang terdapat pada Pasal-pasal UUD 1945.

4. Kedudukan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945

Pembukaan UUD 1945 memuat hukum dasar bernegara dan cita-cita serta tujuan negara yang melandasi lahirnya hukum negara, baik hukum yang tertulis maupun hukum yang tidak tertulis. Dengan demikian, kedudukan Pembukaan UUD 1945 memiliki kedudukan yang lebih tinggi dari Batang Tubuh UUD 1945, meskipun pada waktu pengesahannya menjadi satu kesatuan. Kedudukan Pembukaan UUD 1945 di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebagai berikut.

a. Pembukaan UUD 1945 sebagai pokok kaidah negara yang menentukan adanya UUD 1945 serta Pancasila sebagai dasar dari Pembukaan UUD 1945.

b. Pembukaan UUD 1945 sebagai pernyataan kemerdekaan Indonesia yang termuat pada alinea ketiga yang menyatakan tentang tindakan-tindakan yang harus dilaksanakan sehubungan dengan pernyataan kemerdekaan itu, yaitu mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia.

c. Pembukaan UUD 1945 sebagai tertib hukum tertinggi di negara Indonesia karena memuat Pancasila yang merupakan norma dasar yang menjadi dasar bagi penyuruhan tertib hukum di Indonesia. Dengan demikian, Pembukaan UUD 1945 memiliki kedudukan sebagai tertib hukum tertinggi, pasal-pasal dalam Batang Tubuh UUD 1945 dan peraturan-peraturan hukum di bawahnya berlaku dan berdasarkan pada nilai-nilai yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945.

d. Pembukaan UUD 1945 memiliki kedudukan yang kuat dan tetap karena memuat cita-cita hukum dan terkandung pokok-pokok kaidah negara yang fundamental sehingga tidak dapat diubah, meskipun batang tubuhnya mengalami perubahan (amendemen). Kesepakatan dari MPR untuk tidak merubah pembukaan UUD 1945 ini beralasan “Pembukaan UUD 1945 memuat dasar filosofis dan dasar normatif yang mendasari seluruh pasal dalam Undang-Undang Dasar 1945. Pembukaan UUD 1945 mengandung staatsidee berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), tujuan (haluan) negara, serta dasar negara yang harus tetap dipertahankan”.

5. Sikap positif terhadap konstitusi negara

Sehari setelah diproklamasikannya kemerdekaan Indonesia (tanggal 18 Agustus 1945) telah ditetapkan UUD 1945 sebagai konstitusi negara. Dengan demikian, segala penyelenggaraan negara berdasarkan atas kontitusi. Meskipun demikian, Indonesia telah mengalami berbagai pergantian konstitusi.

a. Pada periode ini tahun 1945–1949, konstitusi yang berlaku adalah UUD 1945.

b. Pada periode tahun 1949–1950, konstitusi yang berlaku adalah UUD RIS. Konstitusi ini merupakan hasil dari Konferensi Meja Bundar antara Indonesia dengan Belanda.

c. Pada periode tahun 1950–1959, konstitusi yang berlaku adalah UUD 1950. Konstitusi ini bersifat sementara karena dibuat setelah Indonesia kembali menjadi negara kesatuan.

d. Pada periode tahun 1959–sekarang (ditandai dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden RI 5 Juli 1959 oleh Presiden Soekarno) UUD 1945 diberlakukan kembali.

Sebagai konstitusi negara, UUD 1945 tidak sekadar berisi pasal-pasal yang tertuang di dalam suatu naskah saja, tetapi diharapkan dapat benar-benar dijalankan dalam penyelenggaraan berbangsa dan bernegara, terutama oleh para pemegang kekuasaan, yaitu MPR, DPR, Presiden, Kementerian Negara, MA, BPK, Mahkamah Konstitusi, serta pemegang kekuasaan di daerah. Warga negara juga bertanggung jawab untuk melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan ketentuan dalam UUD 1945.

Berikut hal-hal yang dapat dilakukan oleh setiap warga negara dalam rangka menunjukkan sikap positif terhadap dasar negara dan konstitusi.

a. Pemahaman terhadap Pancasila dan UUD 1945

Setiap warga negara harus selalu mengusahakan agar dapat memahami dengan baik dan benar makna yang terkandung dalam Pancasila dan UUD 1945 dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara. Tujuannya agar dapat menjalankan fungsinya sebagai warga negara yang memiliki ketaatan terhadap hukum yang berlaku, baik hukum tertulis maupun hukum tidak tertulis.

b. Adanya kesadaran untuk menaati hukum

Setiap warga negara, baik penyelenggara negara (pemegang kekuasaan) ataupun rakyat yang dipimpin, harus selalu berusaha untuk senantiasa mematuhi peraturan. Hal ini sangat penting untuk diterapkan di dalam kehidupan seharihari agar terwujud kehidupan yang aman, damai, tertib, dan adil.

c. Adanya kesadaran terhadap segala perbedaan

Harus kita akui bahwa pada kenyataannya bangsa Indonesia memiliki keragaman suku bangsa, budaya, dan agama yang semuanya harus dapat diterima sebagai suatu kekayaan dan potensi bangsa. Segala perbedaan itu hendaknya tidak perlu dipertentangkan. Sebaliknya, justru dijadikan faktor pendukung dalam melaksanakan aturan-aturan yang terdapat di dalam UUD 1945 sebagai konstitusi negara.

d. Memiliki kebanggaan terhadap Pancasila dan UUD 1945

Setiap warga negara harus mempunyai kebanggaan terhadap Pancasila dan UUD 1945 yang merupakan hasil karya yang digali dari nilai-nilai bangsa kita sendiri. Dengan demikian, akan muncul suatu sikap penghormatan dan ketaatan warga negara terhadap Pancasila dan UUD 1945.

e . Berperan aktif dalam menegakkan Pancasila dan UUD 1945

Peran aktif ditunjukkan dengan adanya sikap untuk menegakkan Pancasila dan UUD 1945 melalui sikap tunduk dan patuh terhadap UUD 1945 serta memberikan solusi-solusi dalam menghadapi penyalahgunaan Pancasila dan UUD 1945 yang dapat berakibat merugikan bagi bangsa dan negara.